Lokakarya Riset FISIPOL UGM dan Melbourne University Dalami Soal Politik Islam di Indonesia dan Turki

Yogyakarta, 19 Agustus 2019—Bekerja sama dengan Melbourne University Australia, lokakarya yang dikemas dalam bentuk focus group discussion dengan tajuk “Research Workshop on Political Islam in Indonesia and Turkey” ini bertujuan untuk membahas politik Islam, secara spesifik di Indonesia dan Turki. Acara yang dihelat di Auditorium Lt. 4 FISIPOL UGM ini berlangsung satu hari dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB.

Indonesia dan Turki dipilih sebagai fokus pembahasan karena memiliki konteks yang serupa. Di era kontemporer, keduanya sama-sama tengah mengalami kemunculan populisme Islam, dan radikalisme di saat yang sama. Hal yang menarik adalah keduanya memiliki sejarah erat dengan politik sayap kiri, Indonesia sebagai basis komunis yang besar dan Turki dengan sekulerisme di era Kemal Ataturk. Riset menunjukkan pula bahwa kebanyakan kota-kota yang dulu merupakan basis massa bagi mobilisasi politik sayap kiri, baik di Indonesia maupun Turki, kini menjadi basis massa bagi mobilisasi politik Islam. Lokakarya riset ini bertujuan untuk mengupas perubahan orientasi politik publik tersebut.

Dari aspek sosial-politik, konteks Perang Dingin kemudian masuk ke dalam perbincangan. Disebutkan bahwa perang ideologi di era tersebut berimplikasi pada represi terhadap politik sayap kiri, terutama oleh jajaran pemerintahan pro-Barat dan rezim otoriter. Di Indonesia, doktrin anti-Kiri digunakan untuk menopang rezim Orde Baru, dengan militer sebagai pendukung utama. Sedangkan di Turki, represi atas politik sayap kiri ditandai di era 80an setelah kudeta militer.

Lebih lanjut, lokakarya ini berusaha untuk menjawab kaitan antara modernisasi dengan perubahan yang tajam tersebut. Dengan pola ekonomi yang cenderung neo-liberal, ketimpangan sosial-ekonomi semakin melebar, mengakibatkan banyak kelompok masyarakat, terutama pemuda, mengalami ketidakpuasan. Karena politik sayap kiri kehilangan ruang, sebagai warisan dari rezim otoritarian, di titik inilah politik Islam mengisi kekosongan ruang tersebut. Politik Islam kemudian memiliki kesempatan untuk menawarkan aspirasi-aspirasi keadilan sosial sebagai respon dari latar belakang sosial-ekonomi yang tidak berpihak pada ‘rakyat kecil’, sebuah kesempatan yang tidak dimiliki oleh politik sayap kiri di era sekarang.

Diskusi dalam lokakarya ini menggunakan penjelasan-penjelasan tersebut untuk lebih lanjut memahami fenomena-fenomena spesifik yang mengindikasikan naiknya populisme Islam. Diantaranya adalah semakin populernya Partai AKP yang berbasis Islam fundamentalis di Turki dengan kecenderungan otoriter, di negara yang dulu berbasis sekulerisme; serta demonstrasi besar-besaran terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama yang menggunakan sentimen agama, di negara yang dulu terkenal dengan paham Islam moderat. Di saat yang sama, temuan-temuan teoritis ini juga mengritik asumsi-asumsi paradigma liberal terhadap sejalannya modernisasi dengan perkembangan demokrasi.

Melalui lokakarya ini, FISIPOL UGM dan Melbourne University bekerjasama untuk mengembangkan penjelasan yang holistik terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam dimensi sosial, ekonomi dan politik. Kontribusi akademis ini, bagi FISIPOL UGM, dinilai sebagai usaha dalam menjawab persoalan masyarakat serta merawat demokrasi–baik di Indonesia, maupun secara global. (/KY)