Membangun Indonesia melalui Kewirausahaan Sosial bersama Billy Mambrasar

Yogyakarta, 13 Maret 2020 – Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) didukung oleh Pusat Inovasi dan Kajian Akademik Universitas Gadjah Mada menggelar kuliah umum Kewirausahaan Sosial bertajuk “Kelas Inspiratif: Tips Jitu Keuangan, Bisnis, dan Industri Kreatif Bagi Para Milenial”. Bertempat di Auditorium Mandiri lantai 4 Fisipol, UGM, acara tersebut rencananya akan menghadirkan dua staf khusus presiden, yakni Putri Tanjung dan Gracia Billy Mambrasar. Namun, pada pelaksanaannya, Putri berhalangan hadir karena sakit dan digantikan oleh Adityo Hidayat, Direktur Utama PT Gamatechno Indonesia

Bayu Dardias selaku moderator membuka acara secara resmi pada pukul 13.30 WIB. Selanjutnya, Bayu memperkenalkan Billy yang merupakan pendiri Kitong Bisa Enterprise dan Yayasan Kitong Bisa. Ia juga memaparkan latar belakang pendidikan Billy yang mendapatkan gelar sarjana di Institut Teknologi Bandung, gelar master di Australian National University (ANU) dan Oxford University, serta akan menempuh pendidikan doktoralnya di Harvard University. “Atas prestasinya, tahun lalu, Billy dan enam kawan milenial lainnya ditunjuk oleh presiden sebagai staf khusus,” jelas Bayu.

“Saya adalah seorang social entrepeneur,kata Billy mengenalkan dirinya. Lelaki berusia 31 tahun ini bercerita, keinginannya untuk membangun yayasan dan perusahaan sosial dilatarbelakangi oleh perjuangan beratnya dalam menempuh pendidikan. Billy mengaku pernah berjualan kue di pasar semasa sekolah dan kuliah sarjana. Di tengah keterbatasan fasilitas dan biaya, Billy bertekad untuk memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak Papua melalui Yayasan Kitong Bisa.

“Inovator dan entrepreneur tidak pernah melihat masalah sebagai masalah, melainkan opportunity,” jelas Billy. Kesulitan akses pendidikan di Papua dan Papua Barat dilihatnya sebagai peluang untuk mendirikan yayasan pendidikan. Lulusan terbaik ANU 2015 ini rela menanggalkan pekerjaannya sebagai seorang insinyur di perusahaan migas untuk membangun Kitong Bisa Enterprise, perusahaan sosial penunjang Yayasan Kitong Bisa. Billy mengaku, uang tabungan saat bekerja ia gunakan untuk mengumpulkan aset bisnisnya.

Langkah untuk membangun kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Billy, dimulai dari mencari keresahan yang ada di lingkungan sekitar hingga menciptakan solusi. Setelah menemukan ide, seorang wirausahawan sosial perlu menentukan pasar, melakukan penelitian konsumen, serta membuat sebuah prototype atau contoh kecil produk. “Jika responnya kurang positif, maka ulangi tahap penelitian konsumen dan membuat prototype hingga akhirnya produk tervalidasi dan dapat diproduksi massal,” ungkap Billy.

Billy menyatakan bahwa tujuan utama seorang wirausahawan sosial mestinya bukan kekayaan dan ketenaran. “Lakukan sesuatu untuk membuat hidup orang lain lebih baik,” tegas Billy. Ia bertekad untuk membangun Indonesia melalui Papua. Selain itu, menurutnya, di era disruptif ini semua hal berubah dengan cepat. Oleh karenanya, ia berpesan agar calon wirausahawan sosial segera melakukan aksi. Melengkapi pemaparan Billy mengenai manajemen perusahaan, Adityo menjelaskan tentang laporan keuangan dalam perusahaan. Menurutnya, kinerja bisnis bisa diukur dari laporan keuangan. “Kalau kita paham keuangan, kita bisa menilai perusahaan kita dengan bisnis sejenis lainnya,” tutur Adityo.

Adityo menjelaskan beberapa jenis laporan perusahaan. Misalnya laporan cash-flow atau arus kas yang menunjukkan kesehatan bisnis dan cost-structure atau struktur biaya yang membantu wirausahawan untuk mengukur pendapatan dan pengeluaran. “Dari situ, wirausahawan bisa menilai bisnisnya untung atau rugi,” tutur lelaki yang akrab dipanggil Yoyok ini. Sebagai orang yang memiliki latar belakang pembuat program komputer (programmer), Adityo mengaku bahwa kebanyakan orang berlatar belakang teknik enggan untuk mempelajari manajemen keuangan. “Sebagai seorang wirausahawan mau tidak mau kita harus bisa akuntansi,” tegasnya.

Billy menambahkan, wisausahawan yang belum mampu atau enggan menyewa profesional keuangan bisa membuat catatan keuangan sederhana di buku dengan menyimak akuntansi dasar di Youtube. “Gampang kok, ibu saya aja bisa bikin catatan penjualan kue di buku tulis,” kata Billy. Senada dengan Billy, Adityo mengatakan bahwa catatan keuangan perusahaan di awal pendiriannya juga bisa dibuat menggunakan fitur pembuat tabel sederhana di komputer.

Seorang penanya melalui sambungan telepon video, Fransiska, menanyakan kiat-kiat mengumpulkan modal dan kemungkinan membangun perusahaan sosial secara mandiri kepada kedua pembicara. Menurut Billy, wirausahawan sosial bisa mencari mitra yang menjanjikan maupun melakukan iuran publik (crowd funding). Adityo menambahkan, calon wirausahawan tidak bisa mendirikan usahanya sendirian, perlu orang lain dan investor. “Untuk meyakinkan pihak lain, khususnya investor, kita harus menjelaskan potret bisnis yang sedang berjalan dan rencana bisnis yang akan datang,” kata Adityo.

Salah satu peserta yang hadir dalam acara ini, Qolid Abdillah, mahasiswa psikologi UIN Sunan Kalijaga, mengaku mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru. Menurutnya ilmu dari para praktisi membuatnya semakin ingin membangun usaha. “Saya ingin segera beraksi dan memperluas jaringan saya,” ungkapnya. (/Nif)