Australia, 25 Juli 2024─Fisipol UGM bekerja sama dengan Faculty of Arts, University of Melbourne dalam konferensi keempat rangkaian Australia-Indonesia in Conversation (AIC) yang diselenggarakan secara hybrid di Yasuko Hiraoka room, Sidney Myer Asia Centre, The University of Melbourne, Australia pada Kamis (25/07). Konferensi ini dirancang untuk menganalisis dan membina kemitraan bilateral dan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan wawasan melalui diskusi panel interaktif yang melibatkan diplomat, akademisi, dan pembuat kebijakan. Dalam panel kedua yang bertema “Pemerintahan Baru di Indonesia dan Australia: Tantangan Domestik, Perubahan Rezim Global, dan Ketegangan Geopolitik’” membahas bagaimana Australia dan Indonesia berupaya dalam menanggapi perkembangan terkini di dalam negeri dan global.
Poppy S. Winanti, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fisipol UGM yang turut hadir sebagai pembicara di konferensi AIC mempresentasikan Indonesia pasca-pemilu 2024 dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai memetakan bagaimana kebijakan luar negeri Indonesia akan berjalan.
“Berdasarkan kampanye dan beberapa kesempatan yang dilakukan, Prabowo cenderung akan menjadi kontinuitas dari sistem pemerintahan Jokowi,” jelas Poppy.
Kebijakan luar negeri Indonesia yang berlandaskan prinsip bebas-aktif akan menjadi panduan Presiden dalam melakukan kebijakan luar negeri Indonesia. Meskipun setiap pemerintahan memiliki pendekatan dan interpretasi yang berbeda tergantung pada pengaruh isu global yang terjadi. Poppy juga menambahkan bahwa ada kemungkinan Indonesia memiliki kehadiran lebih kuat dalam forum-forum internasional yang mana merupakan salah satu kekuatan dari Prabowo dibandingkan dengan Jokowi.
Sementara itu, Randy W. Nandyatama selaku Dosen Hubungan Internasional Fisipol UGM memaparkan hubungan Indonesia di kancah regional khususnya ASEAN. Diketahui bahwa selama pemerintahan Jokowi Indonesia telah berperan sebagai Ketua ASEAN di tahun 2023. Randy menyoroti ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang saat ini menunjukkan melemahnya legitimasi ASEAN baik secara internal maupun eksternal.
“Hal ini dipicu oleh ketegangan yang terjadi di Myanmar dari sisi internal dan hubungan ASEAN dengan sekutu negara-negara barat dari sisi eksternal,” jelas Randy.
Randy juga mengkritisi tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara ASEAN lainnya tentang bagaimana mental anggota ASEAN dalam menghadapi isu regional, ketidakpastian dalam prospek AOIP di luar kepemimpinan Indonesia, serta kurangnya dorongan strategis dalam menyelesaikan permasalahan. Menurutnya, alternatif solusi untuk menghadapi tantangan ini diantaranya merangkul dan menormalisasi minilateralisme, menghindari perpecahan, hingga penguatan kepemimpinan diplomasi.
Adapun konferensi ini merupakan wujud Fisipol UGM dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan poin 16 tentang perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh serta poin 17 tentang kemitraan untuk mencapai tujuan. (/dt)