Yogyakarta, 27 September 2024─Dalam inisiatif penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran hak asasi manusia, mahasiswa Fisipol UGM menyelenggarakan Pekan Kesenian 2024. Festival tersebut dilaksanakan selama lima hari dari tanggal 23 hingga 27 September 2024.
Festival ini berfungsi sebagai wadah menunjukkan ekspresi kreatif mahasiswa FISIPOL dalam memaknai isu-isu sosial. Tahun ini, Pekan Kesenian Fisipol mengusung tema yang bertajuk “Selametan Terlahirnya Kembali Ingatan.” Tema tersebut dipilih sebagai pengingat akan isu-isu pelanggaran hak asasi manusia dan pembungkaman ruang publik di Indonesia. Dengan fokus pada peristiwa September Hitam, Pekan Kesenian berusaha merefleksikan peristiwa sosial, budaya, dan politik yang telah membentuk bangsa sepanjang sejarah.
Pekan Kesenian 2024 menampilkan beragam agenda kesenian, termasuk diskusi film, pertunjukan sastra, dan pameran. Salah satu sorotan dari acara ini adalah pameran “Memori September” yang dirancang oleh tim Advokasi dan Manajemen Opini Publik (Advomop) Dema FISIPOL. Pameran yang dapat diakses secara terbuka di Taman Sansiro FISIPOL ini merupakan hasil kolaborasi berbagai lembaga dan unit kegiatan mahasiswa Fisipol untuk menampilkan berbagai disiplin seni, sepperti seni rupa, instalasi, fotografi, dan pertunjukan.
Pameran tersebut menekankan akses yang setara terhadap ekspresi budaya dan pentingnya lembaga yang akuntabel dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia. Dengan membangun kemitraan bersama, pameran “Memori September” bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif di mana berbagai suara dapat didengar dan dihormati.
Dengan tema yang cukup gelap dan emosional, karya-karya yang ditampilkan tidak hanya menghibur, tetapi juga memancing renungan mendalam. Menurut Laurentius Demas, penanggung jawab program kerja Advomop Dema 2024, pameran “Memori September” diharapkan dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menghargai hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
“Memori September menjadi ajang untuk mendorong aksi nyata dalam memperjuangkan hak asasi manusia, serta mengingatkan kita semua bahwa suara kita bersama adalah kekuatan utama dalam mencapai perubahan yang positif dan bermakna,” ungkap Laurentius dalam wawacara.
Dengan merefleksikan ketidakadilan di masa lalu, Pekan Kesenian Fisipol 2024 mendorong komitmen kolektif untuk mencegah diskriminasi, konflik HAM, dan segala tindak kekerasan. Acara ini menjadi bentuk dukungan mahasiswa terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yakni terlebih pada poin ke-10 (berkurangnya kesenjangan) dan ke-16 perihal perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh.
Pekan Kesenian tahun ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang apresiasi seni, tetapi juga menjadi ruang dialog bagi masyarakat untuk menghapuskan penyalahgunaan dan diskriminasi. (/noor)