Yogyakarta, 2 Oktober 2024─Inovasi teknologi digital yang semakin canggih telah banyak dimanfaatkan dalam hampir semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam mendorong terciptanya lingkungan yang berkelanjutan. Untuk membedah relasi antara teknologi digital dengan keberlanjutan, Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (CfDS UGM) secara spesifik menyelenggarakan diseminasi riset dengan tema “The Linkage between Digital Technologies and Sustainable Environment”. Diseminasi tersebut merupakan bagian dari rangkaian Digital Society Week 2024 yang diadakan pada Rabu (2/10) secara daring melalui kanal YouTube.
Teknologi digital dapat membantu mendorong proses transisi berkelanjutan yang berfungsi untuk memastikan tata kelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang efektif dan adil. Terlebih dengan kemunculan konsep-konsep pekerjaan ramah lingkungan atau green job serta green digital skills. Tane Hadiyantono, Peneliti CfDS UGM, menjelaskan bahwa green skills merupakan keterampilan untuk membantu adaptasi produk, layanan, dan proses terhadap perubahan iklim. “Sedangkan, green digital skills merupakan keahlian spesifik untuk mengembangkan teknologi net-zero,” ujar Tane.
Green skill maupun green digital skill berkaitan erat dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), seperti TPB ke-8 tentang Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; TPB ke-9 tentang Inovasi dan Infrastruktur; TPB ke-11 tentang Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; serta TPB ke-13 tentang Penanganan Perubahan Iklim. Selain itu, Tane juga menyampaikan bahwa pemerintah, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), telah memetakan jenis-jenis profesi yang mengacu pada green job. Kedua hal ini menggarisbawahi urgensi angkatan kerja untuk mengembangkan green skill serta green digital skill.
“Hasil temuan dari berbagai riset menunjukkan bahwa Indonesia kekurangan talenta di bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics atau STEM,” ungkap Tane. Padahal, keterampilan dalam bidang tersebut sangat diperlukan untuk menunjang digital green skill yang berkaitan erat dengan teknologi. Hal ini dapat mengarah pada didatangkannya talenta asing STEM ke Indonesia. Tak hanya talenta asing, Tane juga mengkhawatirkan pemerintah akan terlalu banyak mengimpor teknologi dan menjadi dependen terhadap pemasok teknologi tersebut.
“Dependensi ini berpotensi memunculkan resource curse, yaitu fenomena dimana sebuah negara dengan sumber daya alam melimpah tidak mampu mengawal manajemen sumber daya alamnya dengan baik,” jelas Tane. Dalam kaitannya dengan digital green skill, ekonomi dan talenta Indonesia dapat merugi apabila Indonesia tidak dapat mengawal sumber daya alam dan sumber daya manusianya dengan baik.