Yogyakarta, 9 Oktober 2024─Rangkaian acara Digital Society Week 2024 hari ke-7 membahas mengenai interseksi pendidikan, sistem pendidikan, dan teknologi digital. Diskusi di hari ke-7 ini dibuka dengan sesi diskusi mengenai maraknya pinjaman online (pinjol) yang dewasa ini dijadikan sebagai ‘solusi’ atas permasalahan kenaikan biaya UKT. Sesi diskusi ini dipandu oleh Hilman Nurjaman dan diulas oleh dua pembicara, yakni Arifatus Sholekhah (Peneliti CfDS) dan Achmed Faiz (Peneliti CfDS).
Diskusi hasil riset mengenai UKT dan Pinjol di lingkup mahasiswa dilatarbelakangi oleh perdebatan warga net pada salah satu akun menfess Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di media sosial X. Riset ini mengungkap bahwa terdapat industri atau perusahaan pinjol yang secara eksplisit mengungkapkan dapat mengakses pembayaran UKT. Hasil analisis sentimen menunjukkan bahwa 54,9% warga net mengkritik atau memberikan respons negatif atas kebijakan pembayaran UKT melalui pinjol.
Pembahasan ini terus berlanjut tidak hanya mengenai pinjol dan UKT, akan tetapi juga persoalan biaya pendidikan yang menghambat akses pendidikan yang lebih inklusif. Kebijakan pembayaran UKT di beberapa Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH), khususnya di UGM dan ITB menerapkan skema cicilan internal maupun tanpa bunga yang bekerja sama dengan beberapa bank BUMN. Di balik skema cicilan yang ditawarkan oleh pihak penyedia jasa pinjol, terdapat beban bunga yang relatif cukup tinggi sehingga justru semakin memberatkan mahasiswa, khususnya pada kelompok ekonomi rentan.
Tidak sampai di situ, diskusi ini juga mengungkapkan temuan menarik lainnya atas sistem pinjol mahasiswa (student loan) yang diberlakukan di Indonesia. Penerapan sistem student loan di Indonesia dinilai masih mengandalkan sektor privat yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan fintech. Permasalahan ini juga semakin runyam karena perlindungan hukum terkait sistem pinjol berbasis fintech yang berpotensi menghadirkan risiko bagi pihak peminjam. Sementara itu, regulasi yang sudah mengatur mengenai pinjol, tidak memiliki cukup proteksi kepada debitur. Dalam jangka panjang, apabila peminjam gagal membayar, maka akan terus dikejar oleh pihak debt-collector bahkan hingga dapat mengarah pada putus kuliah dikarenakan tidak dapat membayar pinjaman.
Dari beberapa pemetaan masalah atas pemberlakuan sistem pinjol di lingkup pendidikan tinggi tersebut, CfDS memberikan perhatian terhadap beberapa hal. “Temuan riset ini bisa menjadi dukungan CfDS khususnya untuk berbagai kelompok mahasiswa mungkin atau organisasi, dan civitas akademisi untuk lebih melihat, mengkritisi, dan menunjukkan sikap tersebut untuk tetap melek terhadap isu UKT di perguruan tinggi. Dan yang terakhir juga melibatkan peran advokasi mahasiswa, contohnya dengan cara terus berserikat dengan kelompok mereka dan menyuarakan keresahan ini,” tutur Arifatus.