Yogyakarta, 8 November 2024—Ketegangan kondisi geopolitik global ditandai dengan sejumlah konflik antar negara, seperti genosida di Gaza, perang di Ukraina, dan sengketa Laut Cina Selatan. Negara-negara selatan berkembang dan terbelakang yang tergabung dalam Global South dipaksa untuk memihak di tengah ketegangan geopolitik tersebut. Menanggapi isu ini, Institute of International Studies (IIS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM menggelar konvensi tahunan GO-SOUTH 2024 bertajuk “Global South in Geopolitical Turbulence” pada Jumat (8/11).
Diskusi pertama menghadirkan Jepang. Siti Daulah Khoiriati dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM dan Yako Kozano dari School of Foreign Studies, Aichi Prefectural University dalam judul “Japan in Asia: Past, Present, & Future”. Jepang merupakan pemain besar di Asia yang memiliki pengaruh bagi negara-negara regional. Meskipun diakui sebagai negara maju dengan kemajuan teknologi yang pesat, nyatanya perkembangan penelitian terhadap Jepang masih terpengaruh oleh situasi politik.
“Selama ini riset-riset tentang Jepang di Indonesia dianggap tidak independen. Sangat tergantung pada institusi risetnya dan kepentingan pemerintah,” jelas Siti. Banyak penelitian yang dilakukan berdasarkan kepentingan pemerintah dan institusi. Siti mencontohkan, ketika pemerintah ingin melihat peluang pasar di Jepang, maka permintaan akan topik tersebut meningkat di beberapa institusi pendidikan. Hal ini terjadi juga dikarenakan banyak penelitian yang didanai langsung oleh Jepang.
“Mayoritas tema riset yang muncul berkaitan dengan kesuksesan Jepang mendominasi kekuatan ekonomi global, perkembangan teknologi, dan budaya. Tapi sangat sedikit yang membahas tentang politik dan hubungan internasional Jepang,” tambah Siti. Ia melanjutkan, minat anak muda terhadap riset Jepang juga berbeda dengan tema-tema riset sebelumnya. Jika dulu riset Jepang cenderung membahas sejarah dan dominasi ekonomi, sekarang ini mahasiswa lebih banyak membahas tentang pop culture Jepang.
Selanjutnya, Yako Kozano memaparkan bagaimana pengaruh Indonesia terhadap Jepang dari segi ekspor dan impor. Dalam materinya, Yako melihat bahwa Indonesia telah lama menjadi mitra dagang Jepang, khususnya untuk komoditas batu bara, sawit, dan gas alam. Namun seiring berubahnya kebijakan Indonesia dalam ekspor, Jepang banyak mengimpor produk industri kecil dari Indonesia.
“Tapi semakin kesini Republik Rakyat Cina (RRC) bisa memproduksi lebih banyak dari barang-barang material industri ringan dari Indonesia. Sehingga, produk Indonesia banyak mengalami penolakan,” jelas Yako. Akibatnya, Indonesia kembali menjadi eksportir barang mentah seperti sebelumnya. Kondisi ini justru menimbulkan hubungan antara Jepang dan Indonesia didasarkan pada mitra dagang, alih-alih menggunakan pendekatan geopolitik.
Dominasi Cina di Asia juga berpengaruh terhadap keberpihakan negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia sebagai negara non-blok secara progresif mempertahankan netralitas di antara ketegangan geopolitik. Kendati demikian, strategi pemerintah untuk memperkuat pengaruh Indonesia adalah dengan bergabung dengan organisasi sekutu RRC dan non-RRC. Yako mengkhawatirkan bagaimana Indonesia mempertahankan prinsip non blok ketika negara ASEAN didorong untuk memilih keberpihakan.
Pada sesi selanjutnya, Agus Haryanto dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jenderal Soedirman menyoroti bagaimana Jepang mendukung keamanan internasional melalui program Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) dan penempatan Pasukan Bela Diri (SDF). Selain itu, Jepang juga menunjukkan pengaruhnya dalam budaya Indonesia. Isao Yamazaki dari Fakultas Seni dan Desain Regional, Universitas Saga menuturkan, budaya dan propaganda jepang memengaruhi banyak aspek budaya Indonesia.
Acara GO-SOUTH 2024 dilanjutkan dengan sesi diskusi panel yang juga menghadirkan pakar dan akademisi dari berbagai kampus nasional dan internasional. Terselenggaranya konvensi ini menjadi bentuk kontribusi Fisipol UGM dalam mengutamakan implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) ke-16, yakni Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. (/tsy)