Temukan Kerentanan Perajin Batik Perempuan, Mahasiswi PSdK Tekankan Perlunya Perlindungan Sosia

Yogyakarta, 13 November 2024—Diseminasi hibah riset mahasiswa PSdK  hari ke-3 digelar secara daring yang bertajuk “Perlindungan Pengrajin Batik Perempuan Anggota Asosiasi Batik Mukti Manunggal”. Riset ini ditulis oleh mahasiswa PSdK, Raden Roro Seraphine Kalista Drupadi yang menggali mekanisme perlindungan perajin batik perempuan dalam Asosiasi Batik Mukti Manunggal. 

Riset ini dilatarbelakangi oleh banyaknya perempuan yang terserap di sektor tenaga kerja informal. Sektor informal dianggap sebagai alternatif pekerjaan bagi perempuan karena lebih fleksibel sehingga perempuan tetap dapat bekerja sembari menjadi ibu rumah tangga. Begitupun dalam hal ini termasuk para perajin batik perempuan yang berada di sektor informal, akan tetapi bekerja tanpa adanya perlindungan sosial sehingga berstatus pekerja rentan. 

Melalui kerangka perlindungan sosial, riset ini membedah bagaimana dinamika kerentanan perajin batik perempuan. Terlebih, membatik yang identik dengan pekerjaan perempuan ini pada dasarnya memiliki banyak risiko sehingga membutuhkan sejumlah perlindungan seperti, perlindungan kesehatan, perlindungan dari diskriminasi gender, serta perlindungan terhadap jam kerja yang layak. 

Setidaknya, penelitian ini memberikan empat kontribusi temuan. Pertama, kesehatan merupakan risiko paling mengancam karena perajin batik bersentuhan langsung dengan bahan-bahan kimia batik. Kedua, jam kerja yang fleksibel memberikan pengaruh terhadap dinamika rumah tangga karena perempuan di sini harus menyeimbangkan peranannya di pekerjaan, domestik, hingga di lingkungan sosialnya. Ketiga, terdapat perbedaan peran kerja antara pembatik laki-laki yang ditugaskan untuk mengecap karena berkaitan dengan alat-alat berat dan perempuan ditugaskan untuk mencanting. Empat, ditemukan juga bahwa mayoritas pembatik merupakan pra lansia sehingga lebih berisiko terjangkit masalah kesehatan. 

“Perlindungan perajin batik perempuan, Asosiasi Batik Mukti Manunggal masih memerlukan peningkatan. Misalnya yang pertama dengan perbaikan kebijakan perlindungan dasar, misalnya tadi dengan aturan yang jelas tentang penggunaan APD. Kemudian yang kedua, perlu adanya upaya yang konkret untuk meningkatkan kesejahteraan dan kondisi para perajin batik. Dan yang ketiga, evaluasi terus menerus terhadap implementasi kebijakan,” pungkas Seraphine.

Riset ini mendukung optimalisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-8 perihal Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, serta ke-3 perihal Kehidupan Sehat dan Sejahtera.