Mahasiswa PSdK Soroti Tantangan dan Proses Deinstitusionalisasi Pengasuhan Anak di Indonesia dalam Research Week 2024

Yogyakarta, 13 November 2024─Mahasiswa S3, Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), Tata Sudrajat, mengkaji deinstitusionalisasi pengasuhan anak berbasis keluarga. Diseminasi riset ini merupakan salah satu hasil hibah penelitian yang diselenggarakan oleh Unit Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M), Fisipol UGM. Riset ini berlokus di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di Kota Bandung dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Deinstitusionalisasi dalam hal ini merujuk pada peralihan dari lembaga berbasis perawatan ke perawatan yang berorientasi pada keluarga. Hal ini didorong oleh adanya Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA) yang sudah mengatur cara perawatan anak dengan berfokus pada pada model pengasuhan berbasis keluarga sebagai langkah alternatif atas pengasuhan berbasis lembaga. Meskipun demikian, masih menjadi tantangan karena perekrutan anak ke panti asuhan akibat kemiskinan. 

“Dalam satu percakapan di masa lalu, ketika saya terlibat di dalam training-training SNPA, ada yang mengatakan bahwa ini Standar Nasional Pengasuhan Anak berbahaya sebenarnya bagi kehidupan panti asuhan karena dianggap akan mengganggu bisnis panti asuhan yang mereka sebut bahwa anak-anak sebagai ‘komoditi’ gitu ya, bagaimana panti asuhan hidup. Itu pandangan yang sangat ekstrem untuk melihat persoalan ini,” ungkap Tata. 

Kemudian, dalam hasil penelitian ini juga menemukan pola-pola deinstitusionalisasi yang berlawanan antar LKSA. Sebagaimana LKSA dalam hal ini terbagi menjadi tiga, yakni LKSA berbasis pemerintah, LKSA berbasis keagamaan, dan LKSA berbasis komunitas. Pola-pola deinstitusionalisasi yang terbentuk cenderung bertentangan karena terdapat perbedaan perspektif dalam memandang SNPA. Sehingga SNPA digunakan hanya untuk memperkuat tujuan masing-masing LKSA dan tidak semua SNPA dilakukan hanya standar tertentu yang dibutuhkan. 

Tidak sampai di situ, dalam penelitian ini juga menyoroti lembaga pengasuhan yang masih riskan terjadi banyak kekerasan, penolakan, pembuangan, hingga masalah kesehatan mental pada anak. Terlebih, dengan keragaman lembaga pengasuhan dan pola deinstitusionalisasi yang ada, sehingga perlu pula adanya pendekatan pembangunan sosial untuk merespons berbagai persoalan kontekstual di LKSA. Oleh karena itu, penelitian ini juga menyarankan supaya penelitian di masa depan dapat diarahkan pada bentuk lembaga pengasuhan anak yang lebih anak di Indonesia.