
Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) FISIPOL UGM, Kafa Abdallah Kafaa, kembali menorehkan prestasi akademik dengan publikasi internasional terbarunya berjudul “Geo-philosophising the Anthropocene Curriculum: Towards a New Environmental Education in Indonesia” di jurnal bereputasi Educational Philosophy and Theory (Taylor & Francis). Artikel ini ditulis bersama Rangga Kala Mahaswa dan Siti Murtiningsih dan resmi terbit pada 19 September 2025.
Melalui penelitian konseptual dan studi lapangan di 13 provinsi, Kafa dan tim mengangkat tantangan pendidikan lingkungan di Indonesia yang dinilai masih “antropocentris”—terlalu menempatkan manusia sebagai pusat dan mengabaikan keterhubungan dengan alam. Artikel ini menawarkan kerangka kurikulum Antroposen berbasis geofilosofi, yaitu cara berpikir yang menempatkan Bumi sebagai subjek aktif dan mengajak manusia merasakan keterikatan nyata dengan lingkungan.
Ada beberapa poin menarik di dalam jurnal ini, yaitu:
-
Kritik Kurikulum Lingkungan: Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Indonesia cenderung formalistik, sekadar menambah mata pelajaran, dan sering hanya menjadi ajang “lomba” seperti program Adiwiyata.
-
Pendekatan Geofilosofi: Menggunakan gagasan Deleuze & Guattari, artikel ini menekankan relasi manusia–non-manusia, menolak pemisahan alam–budaya, dan menumbuhkan imajinasi spekulatif tentang masa depan.
-
Lima Pilar Pembaruan: (1) melepas dualisme manusia-alam, (2) menumbuhkan imajinasi berbagai kemungkinan masa depan, (3) mengakui trauma ekologis (geotrauma), (4) pendidikan rimpang/rhizomatic yang fleksibel, (5) memulai dari kearifan lokal dan “rumah” sebagai titik awal kesadaran lingkungan.
-
Temuan Lapangan: Survei ke 916 siswa SMA menunjukkan banyak yang skeptis karena praktek sekolah tak berlanjut di dunia nyata—misalnya sampah yang sudah dipilah kembali dicampur, membuat siswa merasa sia-sia.
Publikasi ini juga membahas beberapa poin yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu:
-
SDG 4 – Pendidikan Berkualitas: Mendorong kurikulum transdisipliner dan pembelajaran kritis yang melatih kompetensi abad 21.
-
SDG 13 – Penanganan Perubahan Iklim: Menyiapkan generasi muda untuk memahami dan merespons krisis iklim dengan aksi nyata.
-
SDG 15 – Ekosistem Daratan: Mengajak siswa menghargai keanekaragaman hayati dan relasi manusia-alam.
-
SDG 17 – Kemitraan untuk Tujuan: Menekankan kolaborasi antara sekolah, komunitas lokal, dan pembuat kebijakan untuk keberlanjutan lingkungan.
Melalui karya ini, semoga bisa semakin menegaskan komitmen akademisi UGM untuk menghadirkan inovasi pendidikan yang menumbuhkan kepedulian ekologis, memperkuat kearifan lokal, dan mengajak seluruh elemen masyarakat menata masa depan bumi secara berkeadilan.
Jurnal dapat diakses di link berikut.