Yogyakarta, 6 November 2025โPermasalahan limbah elektronik kini menjadi salah satu problema yang patut menjadi perhatian. Kebiasaan konsumen untuk mengganti perangkat elektronik secara berkala telah menyebabkan volume limbah elektronik semakin menumpuk. Melihat permasalahan ini, Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba menjawabnya melalui forumย talkshow bertajuk “Social Value in ESG: People, Community, and Resposibility” pada Kamis (6/11) di Ruang BRIWork Fisipol UGM. Penyelenggaraan forum ini bekerja sama secara langsung dengan Erajaya, yaitu grup perusahaan ritel multinasional berbasis di Indonesia yang utamanya berbisnis di bidang distribusi dan ritel perangkat seluler.
Sesi talkshow mengundang narasumber ahli dalam bidang ESG dan sustainability, yaitu Lydia Laurencia (PT Erajaya Swasembada Tbk) dan Muhammad Fikri Iedfi Dharmawan (Renou.id). Dalam paparannya, kedua narasumber ini membahas penerapan ESG (Environmental, Social, Governance) dalam industri pengelolaan sampah di Indonesia, secara khusus menyoroti fokus utamanya yaitu terkait tantangan dan peluang dalam pengelolaan sampah serta pentingnya kolaborasi lintas sektor.

Muhammad Fikri Iedfi Dharmawan mengungkapkan bahwa masih terdapat cukup banyak hambatan utama dalam pengembangan industri pengelolaan sampah. Di antaranya adalah pola perilaku masyarakat yang belum mendukung pemilahan sampah, regulasi yang tidak stabil, serta tata kelola institusional yang belum terstruktur dengan baik. Selain itu, lemahnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, komunitas, masyarakat, dan terutama sektor informal juga menjadi kendala signifikan.
“Studi kasus di Yogyakarta menunjukkan upaya pengolahan dan pengurangan sampah masih rendah sehingga membebani kapasitas TPA. Sektor informalโpemulung dan pengepulโmemegang peran penting dalam rantai daur ulang sampah. Mereka mengumpulkan 84,3% plastik daur ulang dan 80,3% kertas daur ulang di Indonesia. Tapi ternyata, meski harga plastik daur ulang mengalami kenaikan, margin yang diterima pemulung tetap rendah,” paparnya.
Industri daur ulang plastik, terutama jenis HDPE, disebut membutuhkan rantai pasok yang lebih adil dan kolaboratif. Sumber bahan baku plastik saat ini berasal dari kampanye drop-box, bank sampah, TPS3R, komunitas, hingga sektor informal.
Materi ditutup dengan seruan perlunya pembangunan model bisnis sirkular yang melibatkan semua pihak. Penguatan tata kelola berbasis ESG, pemberdayaan masyarakat lokal, dan integrasi sektor informal dianggap menjadi kunci untuk memperbaiki rantai pengelolaan sampah nasional.
โPotensinya besar, tetapi tidak bisa jalan sendiri. Kita membutuhkan kolaborasi lintas sektor agar Indonesia mampu keluar dari ancaman darurat sampah,โ ujar Fikri mengakhiri paparannya.


Penyelenggaraan acara ini juga memfasilitasi civitas kampus dan peserta untuk menyalurkan donasi sampah elektronik melalui dropbox yang disediakan oleh Erajaya. Nantinya, hasil donasi e-waste tersebut akan diolah sebagai upaya melestarikan lingkungan, sebagaimana komitmen fakultas dalam tujuan pembangunan berkelanjutan. Terutama pada poin ke-12 (Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung Jawab), poin ke-13 (Penanganan Perubahan Iklim), dan poin ke-17 (Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan).