Diskusi Publik FISIPOL UGM Soroti Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional dan Praktik Episte-femisida di Indonesia

Yogyakarta, 25 November 2025 — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) melalui Social Research Center UGM (SOREC) menyelenggarakan Diskusi Publik bertajuk “The Banality of Evil: Tragedi Gelar Pahlawan Nasional dan Episte-femisida di Indonesia” pada Selasa (25/11) di Auditorium Lantai 4 FISIPOL UGM. Kegiatan ini digelar sebagai respons kritis terhadap kontroversi pemberian gelar pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025, yang memunculkan perdebatan luas di ruang publik.

Daftar pahlawan nasional yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto-di antaranya Abdurrahman Wahid, Marsinah, Sarwo Edhie Wibowo, Rahmah El-Yunusiyyah, Sultan Muhammad Salahuddin, Mochtar Kusumaatmadja, Soeharto, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Sultan Zainal Abidin Syah-menuai polemik karena mencantumkan sejumlah tokoh dengan rekam jejak kontroversial, terutama terkait pelanggaran HAM di masa lalu. Situasi tersebut memunculkan pertanyaan publik mengenai dasar politik, epistemik, serta dampak simbolik dari proses penetapan gelar kepahlawanan terhadap ingatan kolektif bangsa.

Acara dibuka dengan sambutan dari Dr. Arie Sujito, yang menekankan pentingnya ruang akademik sebagai arena refleksi kritis terhadap narasi sejarah resmi negara. Diskusi kemudian menghadirkan tiga narasumber: Ita Fatia Nadia (Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan Indonesia), Sana Ulaili (Solidaritas Perempuan Kinasih), dan Joash Tapiheru (Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM).

Dipandu oleh moderator Dian Puspita (Peneliti SOREC UGM), diskusi ini membedah politik pengetahuan dalam proses penetapan gelar pahlawan nasional yang dinilai kerap dipengaruhi kepentingan praktis dan bias militeristik. Para pembicara menguraikan konsep epistemicide, yakni penghapusan sistematis pengetahuan atau pengalaman kelompok tertentu dari sejarah resmi. Selain itu, dibahas pula femisida epistemik, yang merujuk pada terhapusnya kontribusi perempuan dalam narasi kepahlawanan Indonesia, meski banyak di antara mereka yang memainkan peran penting dalam sejarah perlawanan.

Melalui penyelenggaraan diskusi publik ini, FISIPOL UGM menegaskan kembali komitmennya untuk membuka ruang dialog akademik yang kritis dan inklusif. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman publik mengenai praktik politik kepahlawanan di Indonesia, serta mendorong hadirnya narasi sejarah yang lebih berkeadilan, berpihak pada korban, dan menghormati keberagaman pengalaman dalam perjalanan bangsa.