Bahas Perlindungan WNI di Luar Negeri, FISIPOL UGM Selenggarakan Diskusi Publik Bersama Kemenlu RI

Yogyakarta, 6 Desember 2025─Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) menyelenggarakan kegiatan Diskusi Publik dengan tema “Migrasi, Kerentanan, dan Negara: Mengkaji Sistem Perlindungan WNI di Luar Negeri” pada Sabtu (6/12) di Ruang Seminar Timur, Fisipol UGM. Mengundang tiga narasumber yakni Mohamad Iqbal J. Rachman (Ketua Pokja TPPO, Direktorat PWNI, Kemlu RI), ⁠Anggraeni K. N. Sampurna (Diplomat Fungsional, Direktorat PWNI, Kemlu RI) dan Dr. Hakimul Ikhwan (Dosen, Departemen Sosiologi, FISIPOL UGM), diskusi ini membawa tajuk utama perihal pentingnya perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Anggraeni K. N. Sampurna sebagai pembicara pertama menjelaskan bahwa perlindungan WNI didefinisikan sebagai segala upaya negara untuk melayani dan melindungi kepentingan WNI di luar negeri. Adapun, perlindungan ini didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu tanggung jawab utama pihak terkait, pendampingan tanpa menghapus tanggung jawab hukum WNI, dan kepatuhan pada hukum setempat dan hukum internasional.

Kemenlu RI mencatat peningkatan jumlah kasus WNI di luar negeri sejak 2021. Pada 2024, terdapat lebih dari 67.000 kasus, dengan 60.900 di antaranya berhasil diselesaikan. Sisanya menjadi carry over  di tahun berikutnya. “Jenis kasus yang kita tangani paling banyak ada di masalah keimigrasian. Mayoritas adalah kasus imigrasi yang overstaying. Misalnya, banyak WNI kita itu pergi ke luar negeri pakai visa turis. Mereka berangkat ke sana katanya mau jalan-jalan saja, tapi ternyata di sana mereka kerja,” tambah Anggraeni memberi contoh.

Mohamad Iqbal J. Rachman turut memaparkan maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi online scam terhadap WNI. Ia menekankan bahwa kasus-kasus eksploitasi, terutama melalui modus rekrutmen online, terus meningkat sejak 2021, seiring masifnya penggunaan internet. Dalam data Kemenlu RI, tercatat pergeseran terkait operasi online scam. Korban WNI tidak hanya ditipu, namun banyak pula yang dipaksa terlibat dalam menjalankan aktivitas scam.

“Korban ini sebagian besar berusia 18–35 tahun, bahkan banyak lulusan S1 dan mahir berbahasa asing. Mereka kerap tergiur tawaran pekerjaan dengan gaji besar dan proses pendaftaran yang terlalu mudah,” jelas Iqbal dalam paparan.

Iqbal juga menggarisbawahi penegakan hukum yang masih menjadi tantangan besar. Banyak korban enggan melanjutkan proses hukum karena perekrut adalah keluarga sendiri atau karena takut mendapat ancaman. “Kami bersama Polri terus mengembangkan mekanisme baru untuk menguatkan proses pembuktian, termasuk pengumpulan barang bukti dari perwakilan RI,” tambahnya.

Dari sudut pandang akademisi, ⁠Dr. Hakimul Ikhwan, Dosen dari Departemen Sosiologi FISIPOL UGM, menyoroti adanya motivasi baru dalam mobilitas global masyarakat Indonesia. Tidak hanya ekonomi, tetapi juga faktor sosial-budaya seperti gengsi, pengakuan sosial, hingga gaya hidup anak muda urban membawa masyarakat Indonesia untuk melakukan migrasi ke negara lain.

“Dulu, orang yang merantau lebih dihargai di kampung. Sekarang, dengan tiket murah dan mobilitas global, migrasi keluar negeri berubah menjadi lifestyle. Fenomena ini membuat keinginan berangkat ke luar negeri semakin besar, bahkan tanpa persiapan memadai,” ungkap Hakim. Tren ini, lanjutnya, membuat anak muda lebih rentan terjebak modus rekrutmen palsu yang menawarkan gaji tinggi dengan syarat mudah.

Menjawab tantangan tersebut, melalui diskusi publik ini, Kemenlu RI berkomitmen untuk melakukan pencegahan melalui penguatan regulasi, perundingan internasional, deteksi dini potensi krisis, hingga kampanye edukasi publik.  Melalui kerja sama dengan kampus dan berbagai pemangku kepentingan, Kementerian Luar Negeri berharap mahasiswa Indonesia memiliki pemahaman yang kuat mengenai hak, kewajiban, dan prosedur keamanan selama berada di luar negeri.