Libatkan Pakar Global dan Akademisi, Geofisipol UGM Selenggarakan Seminar Publik Bahas Aksesi Indonesia ke OECD

Yogyakarta, 15 Desember 2025—Geofisipol UGM menjembatani diskusi antar pemangku kepentingan dalam seminar publik yang bertajuk “Proses Aksesi Indonesia ke OECD”. Seminar publik ini diselenggarakan atas kerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris dan OECD dalam rangka mendiskusikan proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD. Seminar publik ini turut menghadirkan narasumber dari berbagai perspektif, di antaranya: Alex Boehmer (Kepala Bidang Asia Selatan & Tenggara, Direktorat Hubungan dan Kerja Sama Global OECD), Natalie Limbasan (Penasihat Hukum Senior, Direktorat Hukum, OECD), Dr. Luqman-Nul Hakim (Direktur IIS FISIPOL UGM), serta Dr. Denni Puspa Purbasari (Lektor bidang Ekonomi, FEB UGM). 

Sejak tahun 1960-an OECD sudah menjadi organisasi internasional yang berperan strategis dalam mewujudkan tata kelola publik yang lebih baik kepada anggotanya. Disusul Februari 2024, Indonesia menjadi kandidat aksesi OECD pertama di kawasan Asia Tenggara. Peluang Indonesia menjadi negara anggota OECD, dapat membawa Indonesia terlibat dalam diskusi kebijakan dan memiliki peran dalam merumuskan kebijakan ekonomi global yang menjadi tantangan bersama. Selain itu, mendapatkan banyak pertukaran pengetahuan antar negara anggota, terutama mendapatkan peer review atau evaluasi atas kinerja kebijakan hingga menghasilkan rekomendasi kebijakan.

Latar belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menghadapi persoalan struktural ekonomi yang kompleks turut menjadi tantangan besar. Pasalnya,ketidakpastian kebijakan dan regulasi di Indonesia yang terbilang cukup tinggi menurut data FRED World Uncertainty Index, menjadi salah satu faktor penghambat investor enggan berinvestasi di Indonesia. Maka dari itu, aksesi Indonesia dalam OECD menjadi salah satu celah dalam menyeimbangkan regulasi, tata kelola, dan institusi–-terlebih dalam mendorong integritas kebijakan publik disandingkan dengan standar negara berpendapatan tinggi. 

Lebih lanjut, dalam perspektif hubungan internasional, proses aksesi Indonesia dalam OECD dapat dilihat dalam kerangka diplomasi struktural. Alih-alih sekadar negosiasi dan proses tawar menawar yang berlangsung dalam jangka pendek, melainkan dapat mendorong reformasi struktural, mulai dari agenda setting, brenchmarking, serta difusi “best practices” kebijakan secara bertahap yang menjadi standar tata kelola. 

“Tantangan utamanya bukanlah kepatuhan, tetapi pemberdayaan. Artinya, bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan OECD untuk memperkuat otonomi strategisnya. Dan yang sama pentingnya di sini adalah bagaimana melangkah lebih jauh, melakukan penyesuaian kelembagaan, dan reformasi kelembagaan.,” tegas Luqman-Nul Hakiim.