Asyiknya Mengkritik Isu Secara Lucu, Mojok Institute Berbagi Tips Menulis Populer

Yogyakarta, 8 November 2019—“Menulis itu seperti belajar mengendarai sepeda. Kamu harus terjatuh berulang kali, bangun, dan mencobanya terus sampai berhasil mengayuh dengan lancar,” ujar Agus Mulyadi, Redaktur Mojok.co yang menjadi fasilitator dalam “Workshop Penulisan Populer Kreatif “ yang berlangsung di Ruang Dekanat BB 208 pada Jumat silam.

Bekerja sama dengan Mojok Institute, Career Development Center (CDC) Fisipol UGM mengadakan workshop penulisan populer yang dimulai dengan pemahaman tulisan di era digital hingga teknik dan praktik penulisan. Mengambil tema kesehatan mental, peserta diajak mengeksplorasi tulisan hingga menjadi tulisan yang ciamik ditemani oleh Agus Mulyadi, Diaz Raditya dan Moddie Alvianto sebagai pemateri sekaligus fasilitator.

Mojok yang terkenal dengan konten lucu dan kreatif, merupakan media alternatif dengan konten yang segar dan menghibur. “Mojok memang hadir untuk tidak serius karena Mojok pengen bahas isu-isu anak muda yang fokusnya di sosial, politik, budaya dan agama dengan gaya yang lucu. Banyak yang bilang topik seperti itu berat dan tidak perlu dibahas, tapi justru itu tantangannya ketika pemuda malah banyak yang anti,” ujar Agus.

Bagi Agus, menulis adalah perkara kebiasaan dan urusan teknis seperti gaya bahasa akan menyusul. “Kalau ingin punya tulisan yang lucu, selera humor dan kepekaan akan membutuhkan waktu yang berbeda di tiap orang. Pembiasaan yang paling penting adalah menulis apa pun yang ada di sekitar, bertemu hal-hal unik dan layak ditulis. Jangan pernah takut mencatatkan kegelisahan dan jangan lupa membaca, penulis yang baik lahir dari pembaca yang lahap,” ucap Agus.

Menurut Agus, dalam membuat tulisan populer sudut pandang bisa menjadi alat untuk lebih kritis tak terkecuali dari sudut pandang humor meskipun selalu ada risiko perbedaan penerimaan dari pembaca terlebih ketika membahas isu sensitif. Selanjutnya, Moddy Alvianto membagikan tipsnya untuk mulai menulis. “Kita perlu konsisten untuk menulis berbagai pengalaman, karena gak ada orang yang gak mengalami hal unik di harinya. Kebiasaan menulis akan menajamkan kepekaan,” ujar Moddy.

Menurut Moddy, tantangan yang sering ditemukan dalam menulis adalah kurangnya bahan penulisan. “Kekurangan bahan bisa disiasati karena literasi bukan cuma baca tapi juga pengamatan sekitar. Di gaya populer, obrolan sehari-hari bisa jadi bahan tulisan,” ungkap Moddy.

Selain itu, tantangan yang perlu diperhatikan oleh penulis adalah mengeksplorasi gagasan, hal ini dapat dibantu dengan metode clustering maupun mindmapping dan diikuti formula 5W+1H. Rumus menulis sendiri terdiri dari 40% bahan/riset +  20% menulis + 40% revisi. Tak kalah penting untuk diingat, bahan atau isi tulisan jauh lebih penting dibanding gaya tulisan.

Setelah pemaparan konsep telah usai, para peserta yang terdiri dari 20 orang dari berbagai fakultas bahkan kalangan umum pun mulai menguji gagasan dan struktur tulisan yang mereka buat. Di akhir acara, para peserta dapat melakukan perbandingan tulisan lama dan baru yang lebih terstruktur dan sistematis. (/Afn)