Sudah tidak asing lagi bila mahasiswa FISIPOL ragu dalam memilih karir yang hendak ditekuni setelah lulus dan meninggalkan kampus impian ini. Ada anggapan bahwa prospek kerja untuk lulusan FISIPOL cenderung lebih sempit, dan hanya beberapa saja yang berkesempatan untuk menjadi PNS. Berangkat dari keraguan tersebut, Gamapi FISIPOL UGM berkolaborasi dengan Career Development Center (CDC) mengadakan FISIPOL Talk dengan tema “Membangun Mental Entrepreneur Mahasiswa” di BA 209 FISIPOL UGM. Pada acara tersebut, FISIPOL Talk mengundang CEO Emergency School of Business, Rahman Arrupy, S. Kom sebagai pemateri untuk memberikan pemaparan tentang alternatif karir.
Institute of International Studies (IIS) Fakultas Ilmu Sosial dan Poltik UGM menyelenggarakan diskusi bulanan dengan mengangkat tema “Mempelajari Selatan, Konsep dan Perdebatan” pada Jumat (13/4). Bertempat di Ruang Diskusi IIS, diskusi ini diisi oleh dua peneliti IIS UGM yaitu Rizky Alif Alvian dan Husna Yuni Wulansari. Sebagai sebuah isitilah yang semakin sering digunakan baik di ranah akademisi dan praktisi, diskusi ini bertujuan untuk memberikan pemaparan dan pemetaan mengenai makna Selatan dalam berbagai konteks penggunaanya.
Career Development Center (CDC UGM) menyelenggarakan Scholarship Talk: Menyiapkan Aplikasi Beasiswa, Pengalaman British dan Chevening Scholarship. Mengundang dua alumni yang telah menyelesaikan studi master di Inggris, Moh.Zaki Arrobi, dosen di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, dan Nilam Hamid, Koordinator International Undergraduate Program, Public Policy Management UGM keduanya menjadi pembicara dalam scholarship talk kali ini. Zaki dan Nilam berangkat dari pengalaman sebagai awardee yang berbeda, Moh Zaki merupakan alumni beasiswa Chavening Scholarship dari pemerintah Inggris lulusan University of Essex. Sedangkan Nilam, merupakan awardee Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari pemerintah Indonesia yang telah lulus dari University of College London.
Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik menyelenggarakan Digital Future Discussion (Diffussion) pada Kamis (12/4). Dengan mengangkat topik digital governance atau pemerintahan digital, terdapat tiga subtopik yang menjadi pembahasan. Pembicara dalam diskusi tersebut diisi oleh tiga peneliti CfDS, yaitu Priscila Asoka Kenasri (Research Assistant CfDS), Chaira Anindya (Research Associate CfDS), dan Faiz Rahman (Researcher CfDS).
Diskusi pertama disampaikan oleh Asoka, yang mengangkat tema pembahasan mengenai pengaruh media sosial dalam memanipulasi atau melemahkan demokrasi. Sebelumnya, ditayangkan video bagaimana kebijakan negara Tiongkok dalam melakukan censorship berbagai media sosial di negaranya untuk berbagai alasan “perlindungan”. Salah satu caranya adalah dengan menekan kebebasan bermedia sosial oleh masyarakat di negaranya.” Tiongkok, merupakan salah satu contoh negara yan memiliki internet freedom paling rendah di dunia. Ia mengungkapkan bahwa sebenarnya rata-rata masyarakat di dunia yang teropresi melalui media sosial berjumlah lebih besar daripada masyarakat yang benar-benar memiliki internet freedom,” ungkap Asoka. Ia juga menuturkan adanya tiga bentuk manipulasi media sosial yang mengancam demokrasi. “Tiga cara pemerintah yang mengancam demokrasi dalam memanipulasi konten adalah pertama, melalui political boots, yaitu membuat akun-akun palsu untuk menggeser fokus orang, propaganda, dan fake news,” jelasnya. Namun, ancaman demokrasi tidak hanya datang secara represif dengan alur top-down namun juga secara bottom-up. Dalam diskusi yang berjalan, diakui bahwa ancaman demokrasi melalui kebebasan media sosial juga dapat datang dari masyarakat itu sendiri, contohnya melalui pelintiran kebencian dan propaganda yang datang dari masyarakat yang ditujukan ke pemerintahnya.
Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang secara resmi dimulai sejak tahun 2015, telah banyak membawa perubahan-perubahan dan adaptasi kebijakan di tingkat nasional dan regional. Lingkungan yang semakin kompetitif memaksa Indonesia untuk bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan memanfaatkan potensinya secara maksimal, terutama dalam sektor jasa. Oleh karena itu, ASEAN Studies Center (ASC) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM berkolaborasi dengan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (Kemenko Perekonomian) dan Indonesia Service Dialogue (ISD) menyelenggarakan Diskusi Publik dan Diseminasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada Kamis (12/4). Tema yang diangkat adalah “Daya Tahan dan Inovasi Sektor Jasa Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” acara ini dihadiri oleh lebih dari 150 peserta. Bertempat di Ruang Seminar Timur Fisipol UGM, acara tersebut berhasil menjaring kalangan mahasiswa, praktisi, ahli, dan utamanya kalangan pelaku usaha sebagai pesertanya.
Career Development Center (CDC) Fisipol UGM menyelenggarakan Pelatihan Desain Grafis Bagi Pemula pada Kamis (11/4). Pelatihan dasar desain grafis yang dihadiri oleh lebih dari 20 orang ini, berhasil menjaring mahasiswa berbagai jurusan di Fisipol. Pelatihan desain grafis tingkat dasar ini menggunakan Corel Draw. Sebagai salah satu agenda rutin pelatihan, CDC sebagai pusat pengembangan karir Fisipol senantiasa memberikan inovasi pelatihan kepada mahasiswa Fisipol untuk mengembangkan skill yang dapat bermanfaat sebagai bekal baik di perkuliahan maupun kerja esok. Pelatihan ini dipandu oleh Mahendra Senoaji,A.MD, seorang desainer yang telah berkecimpung selama bertahun-tahun di Departemen Ilmu Komunikasi dan DECODE Fisipol UGM.
Sehari setelah proklamasi politik, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di dalam UUD tersebut, terdapat pasal 33 yang menjadi fondasi dasar arah ekonomi Indonesia. Lahirnya pasal ini disebut sebagai peristiwa proklamasi ekonomi. Para pendiri negara ini sadar, merdeka secara politik akan menjadi sia-sia apabila tidak merdeka secara ekonomi.
Kini sudah 73 tahun Indonesia merdeka. Rasio gini Indonesia masih tinggi. Badan Pusat Statistik mencatat per September 2017, rasio gini Indonesia sebesar 0,391. Angka ini bisa dibilang stagnan selama hampir dua dekade. Rasio gini adalah salah satu ukuran ketimpangan. Semakin tinggi nilai rasio ini, semakin tinggi pula ketimpangan yang terjadi di suatu wilayah.
Sebagai agenda mingguan yang diselenggarakan oleh Fisipol Creative Hub, sharing session selalu menghadirkan para changemakers kreatif untuk berbagi dan berdiskusi mengenai Inovasi sociopreneurship-nya. Bertempat di Digilib Cafe Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, sharing session kali ini mengundang Sehati (Sahabat Sehat Jiwa) dan SuperC6 sebagai pengisi sharing session ke empat pada Kamis (5/4). Mengusung konsep dalam dua bidang yang berbeda, Sharing Session kali ini menarik banyak peserta dari berbagai fakultas sampai dengan universitas lain.
“Harapan kami gerakan sosial yang kami inisiasi dapat menggandeng banyak orang untuk berpartisipasi dan menebar kebaikan, walaupun dimulai dari skala yang kecil,” ungkap Risnu M. Rahmat Alviani founder dari Simpul Kebaikan yang menjadi salah satu pengisi acara Sharing Session Fisipol Creative Hub pada Kamis (29/3). Dalam acara tersebut juga mengundang changemaker Kreatif 1, yaitu talent yang mengusung skripsi karya, Yahya Fadhil Ilmi yang sedang menempuh tahun terakhirnya di Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM. Dengan mengangkat tema Inovasi Konten Visual, Yahya beserta Drs. Purwoputranto sebagai tamu undangan turut mengisi Sharing Session yang telah diadakan ketiga kalinya. Acara yang diselenggarakan secara mingguan ini bertempat di Digital Library (Digilib) Café, Fisipol UGM.
Di Women’s March 10 Maret lalu ratusan orang dari perempuan hingga laki-laki bersama-sama menuntut kesetaraan dan menolak berbagai bentuk diskriminasi maupun kekerasan seksual. Aksi ini didominasi oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas, salah satunya Fisipol UGM dengan seruan “Fisipol Goes to March” menjadi salah satu peserta yang ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut.
Tidak berhenti di aksi tersebut, Youth Studies Centre (Yousure) bersama dengan Institute of International Studies (IIS) Fisipol UGM mengadakan rangkaian acara yang bertajuk “Why We Protest?” sebagai acara lanjutan setelah Women’s March.