Bedah Buku Online Maleh Dadi Segoro

Yogyakarta, 24 Juni 2020—Departemen Politik Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM menyelenggarakan acara bedah buku online Maleh Dadi Segoro pada pukul 14.00-16.00 WIB. Acara ini menghadirkan tiga pembicara yaitu Prof. Henny Warsilah seorang Peneliti LIPI, Ivan Wagner dari Koalisi Pesisir Semarang-Demak, dan Noer Fauzi Rahman, PhD seorang pengajar dari Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran. Pada kesempatan ini, diskusi dimoderatori oleh Dosen DPP Wingke Japri dan disiarkan melalui platform zoom dan youtube.

Buku Maleh Dadi Segoro pada dasarnya disusun untuk memberikan rekomendasi kepada para pembuat kebijakan terkait dengan pembangunan dan tata ruang. Buku ini memuat berbagai keresahan terkait krisis sosial-ekologis yang terjadi di kawasan Pesisir Semarang-Demak. Menariknya, dalam penyusunannya, buku ini ditulis dari berbagai latar belakang studi yang tergabung dalam suatu koalisi.

Pada sesi pertama, bedah buku ini dibuka dengan pemaparan materi dari masing-masing pembicara. Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa terdapat empat masalah utama yang terjadi di kawasan pesisir Semarang-Demak yaitu ekstraksi air tanah, amblasan tanah, banjir, dan abrasi pantai. Fenomena-fenomena ini bisa dilihat sebagai permasalahan dalam konteks yang saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan krisis yang terjadi di wilayah tersebut. Namun, jika dilihat dari konteks lain, permasalahan ini sangat terkait erat dengan suatu mode interaksi tertentu, yaitu kapitalisme. Hal ini juga diperkuat dengan pandangan bahwa wilayah Pesisir Semarang-Demak yang disebut sebagai wilayah mega komoditas. Terdiri dari komoditas ruang, buruh, tanah, real estate, pabrik, dan lain-lain. Hal itulah yang diyakini menjadi penyebab utama krisis sosial-ekologis yang ada di wilayah Pesisir Semarang-Demak.

Dalam analisis konteks hukum, buku maleh dadi segoro juga menyebutkan langkah-langkah dan advokasi yang perlu dilakukan untuk mencegah krisis ini semakin parah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah perlunya masyarakat bergerak bersama, seperti memperbanyak diskusi dan kajian-kajian. Selain itu, pemerintah juga perlu mengambil langkah untuk mengeksplorasi dan keluar dari jalan pembangunan yang kapitalistik. Pada konteks ini, diperlukan pola pembangunan yang bersifat parsipatif dalam bentuk pengelolaan lingkungan secara bersama-sama.

Sebagai bentuk apresiasi, acara ini juga dihadiri oleh Eko Cahyono seorang ahli ekologi dari IPB untuk memberikan perspektifnya terkait buku maleh dadi segoro. Dalam penjelasannya, Eko menyampaikan bahwa buku ini pada dasarnya mengajak untuk memproblematisasi dan membuka topeng niat pembangunan nasional. Dimana letak keadilan ekologis di dalamnya dan apa yang ada di balik itu semua. Selain itu, buku ini juga memuat empat tawaran diskusi yaitu kacamata Trans-Disipliner, positioning mazhab ideologis, penjelasan mode baru kapitalisme bekerja, dan tantangan gerakan sosial selanjutnya.

Memasuki sesi tanya jawab, terdapat beberapa pertanyaan yang disampaikan oleh peserta diskusi. Salah satu pertanyaan menarik yaitu terkait pemilihan judul buku yang unik. Menjawab pertanyaan tersebut, Ivan menceritakan latar belakang dibalik pemilihan judulnya. Sedikit kisah dibalik pembuatan buku maleh dadi segoro, para peneliti yang melakukan riset harus bekerja cukup keras. Saat proses riset, para peneliti mengumpulkan data dan tim ini memilih beristirahat di warung kecil sekitar pesisir. Pada saat tersebut, seorang tim bertanya pada penjual di warung mengenai bagaimana pendapatnya terkait kondisi yang ada di wilayahnya. Dengan singkat penjual tersebut menjawab “maleh dadi segoro, mas”. Menurut mereka jawaban singkat tersebut menjadi kata-kata yang menarik dan dinilai dapat mewakili kondisi sosial-ekologis yang ada. Hal inilah yang akhirnya menjadi pilihan judul buku maleh dadi segoro. (/Mdn)