Yogyakarta, 14 Oktober 2020—Dewan Mahasiswa Fisipol UGM kembali menyelenggarakan Hearing Dekanat pada Rabu sore (14/10). Pada kesempatan kali ini, Hearing Dekanat mengakomodasi mahasiswanya yang memiliki pertanyaan seputar akademik dan non-akademik pada perkuliahan di masa new normal. Seperti biasa, hearing dihadiri oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M. Si selaku Dekan, Dr. Wawan Masudi selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, dan Ika Wulandari Widyaningrum, S.Pd., MBA selaku Kepala dan Kemahasiswaan. Acara berlangsung pada pukul 16.00-17.30 WIB.
Berita
Yogyakarta, 13 Oktober 2020‒MAP Corner atau Klub Manajemen Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan diskusi “UU Cipta Kerja, Kontroversi, dan Perlawanan” untuk membahas problematika pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 5 Oktober 2020. Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yang terdiri dari satu perwakilan buruh serta dua pakar hukum dari Fakultas Hukum (FH) UGM.
Perwakilan Federasi Buruh Lintas Pabrik, Jumisih, menjelaskan bahwa pihaknya menolak UU Ciptaker karena menilai UU ini lebih buruk dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dia menjelaskan, pihaknya telah menyandingkan UU Ketenagakerjaan dengan dua draft UU Ciptaker yang tersedia, yakni draft dengan jumlah 1.035 halaman dan draft dengan jumlah 905 halaman. Dia menyoroti pasal terkait pengaturan upah, khususnya Upah Minimum Kabupaten/Kota, yang multitafsir dan berpeluang membuat buruh menerima upah di bawah Upah Miminum Provinsi. “Apabila upahnya kecil, maka upah lembur, THR, dan pesangon juga akan kecil jumlahnya,” tutur Jumisih.
Yogyakarta, 12 Oktober 2020—Perayaan Dies Natalis FISIPOL UGM ke-65 turut didukung dan dimeriahkan oleh Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) dengan mengikutsertakan salah satu acara tahunannya, yakni Politico Tour atau yang kerap disebut sebagai Poltour. Sebagai program kerja tahunan dari Himpunan Mahasiswa DPP, Poltour yang biasa dilakukan dengan melakukan kunjungan ke berbagai instansi pemerintahan, pada tahun ini diubah menjadi sebuah event daring yang dikemas dalam bentuk serial webinar. Dengan mengangkat tema dinamika sosial politik Indonesia pasca pandemi, Poltour diharapkan dapat menjadi wadah untuk menangkap kekritisan bersama terkait fenomena yang terjadi selama dan setelah adanya adaptasi terhadap pandemi. Adapun serial webinar ini terdiri dari tiga fokus ranah yang dapat diikuti oleh peserta, mulai dari ranah negara (12 Oktober 2020), intermediary (13 Oktober 2020), dan masyarakat (14 Oktober 2020).





Yogyakarta, 5 Oktober 2020—Center Digital for Society menyelenggarakan program Digital Discussion yang ke-35 pada Senin malam (5/10). Acara yang bertajuk “Virtual Photoshoot: Stay Creative at Home” berlangsung melalui platform Whatsapp Group. Gandung Adi Wibowo, photographer, menjadi pemantik pada kesempatan kali ini. Acara dimulai pukul 19.00 WIB dan dimoderatori oleh Devia Putri Maharani, event assistant CfDS.
Seperti biasa, sebelum memulai diskusi, moderator menyampaikan aturan grup terlebih dahulu dan memperkenalkan pemantik. Bersama Gandung, diskusi yang berlangsung akan mengupas tuntas tentang virtual photoshoot. Dapat diakui, selama #dirumahaja, media sosial diramaikan oleh munculnya foto-foto aesthetic hasil dari sebuah tren pemotretan baru yang muncul ditengah pandemi yaitu virtual photoshoot. Sebagai pengantar, moderator menunjukkan beberapa foto hasil virtual photoshoot dan menanyakan konsep foto tersebut dilakukan kepada audiens. Rata-rata peserta masih bertanya-tanya mengenai konsep dari virtual photoshoot yang sedang marak di media sosial. Sebenarnya, kegiatan tersebut menjadi solusi mengatasi kebosanan para fotografer selama masa karantina yang membuat tidak bisa hunting foto di luar. Tren ini booming ketika banyak public figure yang juga melakukannya.
Gandung mengungkapkan bahwa konsep yang digunakan para model untuk melakukan virtual photoshoot adalah dengan video call bersama fotografer, mengarahkan gaya, lalu memotret layar. Untuk peralatan foto, yaitu menggunakan SLR, DSLR, Mirrorless & Pocket. Persiapannya sendiri sama seperti ketika foto normal, yaitu cek lokasi dan properti. Misalnya, sehari sebelumnya harus video call untuk melihat area rumah yang sekiranya cocok untuk spot foto, seperti cahaya yang cukup atau tempat yang unik. Selain itu juga sebagai acuan untuk kualitas internet antara fotografer dan model. “Kualitas internet jadi kunci utama, sebagus apa pun, semahal apa pun, secanggih apa pun perlengkapan, bakal keok juga kalau internetnya lemot,” ucap Gandung.
Media layar foto juga penting, tiap media layar memiliki plus-minus, entah kerapatan pixel, color gamut, atau lainnya yang akan menentukan kualitas foto. “Kalau pernah lihat virtual foto yg bintik pixelnya kelihatan, itu ya karena faktor layarnya. Tapi kalau teknologi baru sekarang layarnya udah bagus-bagus,” ujar Gandung. Berikutnya, jam saat foto perlu diperhatikan karena sangat menentukan banyaknya cahaya yang ada. Sebenarnya, handphone yang digunakan sudah dapat mengatur ISO, yaitu tingkat kepekaan/sensitifitas sensor terhadap cahaya. Semakin tinggi ISO, maka akan semakin peka terhadap cahaya. Jika lokasi foto kurang cahaya/redup, maka handphone akan secara otomatis menaikkan ISO. Risiko ISO tinggi adalah noise, misalnya akan kelihatan pixel layar & gambar gak tajam. Disini Gandung menunjukkan perbandingan foto yang memiliki ISO tinggi dan rendah.
Pada akhir pemaparan materi, Gandung memberikan sedikit tips untuk mengarahkan model. Tipsnya adalah selalu pegang prinsip, “kasih pujian baik, bukan kritik”. “Kalau mau dia senyum, ya buat dia tersenyum. Jangan,”ayo senyum! senyum!” tuturnya. Selanjutnya, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Acara berakhir pada sekitar 21.00 WIB. (/Wfr)
Yogyakarta, 2 Oktober 2020
—Dalam rangka pekan pembuka kuliah Magister Ilmu Hubungan Internasional, Program Studi S2 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Institute of International Studies menyambut para mahasiswa barunya dengan menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Tinjauan Kritis Hubungan Internasional di Tengah Pandemi COVID-19”. Dengan menghadirkan empat pembicara dan satu pembicara kunci, kuliah umum ini secara garis besar membicarakan pentingnya ilmu hubungan internasional dalam merespons perubahan di tingkat global yang disebabkan oleh pandemi.