Yogyakarta, 12 Desember 2024─Transformasi digital mendorong berbagai sektor, baik pemerintahan, swasta, maupun publik, untuk memanfaatkan data secara optimal. Data yang dikelola dengan baik menjadi aset berharga dalam mendasari pengambilan keputusan, mendorong inovasi, dan mewujudkan pelayanan publik yang efisien. Turut berpartisipasi memimpin diskusi mengenai tren tersebut, pada Kamis (12/12), Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM mengadakan diskusi DigiTalk #62 bertajuk “Melihat Potensi Kolaborasi dari Pemanfaatan Data”.
Diselenggarakan di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, diskusi ini membahas potensi pemanfaatan data untuk memperkaya keilmuan dan mendukung berbagai sektor industri, dengan menghadirkan Suwandi Ahmad, Chief Data Officer dari LokaDataID, sebagai narasumber, dan Syaifa Tania, Executive Secretary CfDS, sebagai moderator.
Dalam paparannya, Suwandi Ahmad memperkenalkan konsep data symphony. Data perlu diberikan makna untuk memahami realita yang ada. Misalnya, para peneliti bidang sosial dan politik dapat memberikan makna-makna pada data yang didapatkan, seperti dalam melihat sentimen anak muda terhadap pemanfaatan pajak di Helsinki. Suwandi menekankan, “Data itu tidak berteriak di ruang hampa, ada ekosistem di sekelilingnya. Tidak melulu tentang angka, data set, dan machine learning.” Menurutnya, Indonesia sangat berpotensi menjadi salah satu laboratorium data terbaik untuk dipelajari.
Ia juga menerangkan konsep pengolahan data menggunakan metodologi siklus pengetahuan. Pada awalnya, data mentah saling digabungkan untuk menciptakan ‘informasi’. Kemudian, informasi yang didapatkan digabungkan dengan informasi lain untuk membentuk ‘pengetahuan’. Pengetahuan tersebut kemudian akan dimanfaatkan untuk mendasari pengambilan keputusan. “Alih-alih menganalogikan data sebagai ‘minyak’, data dapat dianalogikan dengan lebih tepat dengan melihatnya sebagai ‘mata uang baru’,” pungkasnya.
Menuju ragam tren pemanfaatan data digital masa kini dan ke depannya, Suwandi memamerkan bagaimana Lokadata mampu menghimpun berbagai macam data–bahkan hingga ke unit satuan terkecil, seperti unit RT dan RW–di seluruh Indonesia. Namun, tak dapat dipungkiri, pengumpulan data memerlukan dana dan ukuran manpower yang besar. Lokadata menggunakan data agregasi untuk diolah, bukan data pribadi, yang pada umumnya datang dalam bentuk kode pada saat pemrosesan. Dari beragam data yang tersedia, Lokadata cenderung lebih sering menggali data seputar perilaku gaya hidup dan perilaku konsumen secara umum. Sebagai alternatif mencari celah dari regulasi, Lokadata memilih dan mendorong aktor lainnya untuk menghadapi regulasinya sesuai proses yang benar.
Melalui DigiTalk #62 ini, CfDS dan Lokadata menunjukkan keselarasan visi dan misi mereka dalam mendorong pemanfaatan data untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dan inovasi lintas sektor. Ke depannya, kedua pihak berkomitmen untuk terus memperkuat kerja sama dalam menjawab berbagai tantangan sekaligus memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh transformasi digital.