CfDS Tutup Kelas Kecerdasan Digital Lewat Refleksi Masa Depan AI

Yogyakarta, 21 November 2025—Center for Digital Society, Fakultas Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada resmi menutup kelas Mata Kuliah Kecerdasan Digital (MKKD) yang berjalan dari bulan September lalu. Penutupan MKKD resmi ditutup pada tanggal 21, November 2025 dengan closing ceremony secara online yang bertajuk “Melihat Masa Depan AI: Di Antara Kelanjutan Transformasi dan Gelembung yang Siap Pecah. Acara ini menghadirkan dua pembicara Alfreno Kautsar Ramadhan, Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Digital RI serta Iradat Wirid Deputi, Sekretaris Eksekutif CfDS di moderatori Eka Nur Raharja, (X). Diskusi mengajak peserta untuk dapat merefleksikan perkembangan digital terutama Artificial Intelligence (AI) yang menjadi diskusi pada kelas MKKD.

Acara ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Alfreno Kautsar Ramadhan (Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Digital RI) dan Iradat Wirid, Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS, serta dipandu oleh Eka Nur Raharja. Para peserta diajak untuk melihat kembali perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang menjadi fokus utama pembelajaran MKKD tahun ini.

Dalam diskusi, para narasumber menyoroti fenomena “gelembung AI” yang kini ramai diperdebatkan, terutama di Amerika Serikat. Perkembangan pesat yang mengingatkan pada dot-com bubble tahun 1990-an serta tren metaverse pada 2021 menimbulkan pertanyaan: apakah AI juga sedang menuju titik jenuh serupa?

Menurut Iradat Wirid, posisi AI saat ini berada di persimpangan penting. “AI tidak bisa dilihat dari aspek teknologi saja. Masyarakat memperlakukannya secara luar biasa, sehingga kita perlu mengembalikan fungsi AI kepada manusia,” jelasnya. Iradat menegaskan bahwa kekhawatiran berlebihan justru mengaburkan tujuan penting yaitu memperkuat literasi digital dan memastikan manusia tetap memegang kontrol melalui pendekatan AI human in the loop. Sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yang menginginkan pembangunan teknologi yang harus diiringi peningkatan kapasitas manusia sehingga transformasi digital tetap inklusif dan aman.

Sementara itu, Alfreno menyoroti langkah pemerintah dalam menghadapi potensi “gelembung” tersebut. “Kami sedang merampungkan Roadmap AI yang akan diluncurkan tahun depan, bersamaan dengan pedoman etika penggunaan AI,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa pemerintah ingin menjadikan AI sebagai katalis bagi technopreneur yang tetap berpihak pada masyarakat.

Keduanya sepakat bahwa disrupsi AI membawa tantangan besar, mulai dari kekhawatiran akan hilangnya lapangan pekerjaan hingga resistensi terhadap perkembangan teknologi. Untuk merespons hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital tengah memperkuat program re-skilling, mengembangkan talenta AI, memperketat pengawasan ruang digital, hingga memperluas pemanfaatan AI ke tingkat desa.

Mengingat, dalam keynote speech Prof. Poppy S. Winanti, Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan FISIPOL UGM, menegaskan bahwa transformasi digital harus dipahami lintas aspek, mulai dari teknologi hingga etika dan budaya. Dengan demikian, penutupan MKKD juga menjadi momen penting untuk merefleksikan kembali arah pembelajaran digital di Indonesia. Tidak hanya menutup rangkaian kelas, acara ini juga menegaskan komitmen bersama untuk membangun ekosistem digital yang inklusif, beretika, dan berkelanjutan. Melalui penguatan literasi digital dan kolaborasi lintas sektor, MKKD diharapkan terus menjadi ruang pembelajaran yang memberdayakan masyarakat dalam menghadapi masa depan teknologi yang dinamis. (/noor)