Diskusi Departemen Sosiologi: Datakrasi Dalam Kedaruratan COVID-19

Yogyakarta, 19 Mei 2020—Merespon dinamika COVID-19 yang tengah berlangsung, Departemen Sosiologi FISIPOL UGM menyelenggarakan diskusi bertajuk ‘Datakrasi Dalam Kedaruratan COVID-19’. Narasumber yang dihadirkan antara lain Dr. Arie Sujito selaku Kepala Departemen Sosiologi, Wahyudi Anggoro Hadi selaku Kepala Desa Panggungharjo, Martin Suryajaya yang berprofesi sebagai penulis, dan Dina Mariana selaku peneliti LSM Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta. Diskusi yang disiarkan langsung melalui platform Webex tersebut berlangsung mulai pukul 13.00 WIB dengan dipandu oleh Gregorius Ragil, peneliti dan dosen departemen Sosiologi sebagai moderator.

Sebelum dimulainya diskusi, Dr. Suharko selaku Kepala Prodi S-1 Sosiologi menyampaikan pengantar mengenai diskusi ini. Suharko menyoroti tentang data resmi penyitas COVID-19 yang banyak dipertanyakan masyarakat, juga kebijakan PSBB yang makin longgar. Ditambah baru-baru ini muncul tagar #IndonesiaTerserah sebagai respons masyarakat.

Diskusi dimulai dengan presentasi oleh narasumber pertama yaitu Wahyudi yang menyampaikan bagaimana desa Panggungharjo menangani COVID-19. Sebuah tata kelola penanganan COVID-19 berbasis data bernama ‘Panggung COVID-19’ menjadi kebijakan yang dipraktikkan di desa tersebut. Dari sisi dukungan, Panggung COVID-19 menghimpun relawan dan donasi dari berbagai pihak. Sedangkan dari sisi laporan, desa Panggunghajro mengganalisis data untuk menangani warga yang terdampak pandemi. Warga yang terdampak kemudian dikelompokkan meneurut level kerentanan dan dikategorisasikan menurut resiko dan intervensinya.

Desa Panggungharjo juga memiliki kebijakan unggulan sebagai bentuk mitigasi dampak ekonomi, yang diwujudkan melalui platform pasardesa.id. Tujuannya adalah agar perputaran ekonomi antara petani, distributor, dan konsumen terus terjadi di Panggungharjo. “Rangkaian kegiatan yang dilakukan sudah dituangkan dalam sebuah buku yaitu ‘Panggung Tanpa Covid’ utntuk menyebarluaskan pengalaman yang ada di Panggungharjo,” tutur Wahyudi.

Narasumber kedua yaitu Dina Mariana melanjutkan diskusi dengan menunjukkan fakta empiris bahwa banyak desa dampingan IRE yang masih kesulitan dalam mengumpulkan data. Pendataan di desa-desa tersebut masih parsial, terhalang infrastruktur yang belum memadai, bahkan beberapa desa belum memiliki akses listrik. Dina juga menjelaskan tentang sistem informasi tanggap COVID-19 yang dapat diterapkan di level desa, dimulai dari pentingnya ketersediaan data dan kriteria apa saja yang perlu diidentifikasi dalam data.

Martin Suryajaya sebagai narasumber ketiga memaparkan tentang datakrasi dan tata kelola politik masa depan. Martin memulai dengan melihat demokrasi saat ini yang menerapkan politik berbasis hak, dengan beberapa pihak sebagai representasi masyarakat luas. Demokrasi saat ini menurut Martin memakan banyak waktu, tidak scalable, dan bersifat mayoritarianisme. Martin kemudian menawarkan konsep datakrasi yang mengandalkan artificial intelligence tanpa individu atau kelompok pemimpin. Konsep datakrasi ini berbasis dataraya yang terhimpun dari seluruh aktifitas masyarakat, kemudian menjadi dasar untuk membuat kebijakan yang efisien. Konsep ini akan mewujudkan politik berbasis kebenaran dan bukan lagi berbasis hak.

Narasumber terakhir yaitu Arie Sujito menyampaikan materinya yang menjembatani antara paparan empiris Wahyudi dan Dina dengan konsep datakrasi yang disampaikan Martin. Menurut Arie, ada dua isu kritis saat ini, yaitu tumpang tindihnya kelola data dan data yang tersedia dianggap tidak kredibel. Perlu adanya data yang terintegrasi dan akuntabel untuk kebijakan dan masyarakat.

Datakrasi sendiri, menurut Arie merupakan tawaran yang menarik dan perlu disikapi sebagai kemungkinan cara mengelola hidup di masa depan. Konsep datakrasi menjadi tantangan bagi perguruan tinggi, CSO, dan peneliti untuk mendiskusikannya secara lebih lanjut. “Politik data dapat dijadikan landasan untuk mengurangi kebijakan yg tidak tepat,” tutur Arie menanggapi konsep ini. Sebelum diskusi berakhir, moderator membuka sesi tanya jawab. Partisipan dapat bertanya secara langsung kepada narasumber yang dituju, kemudian akan serta merta dijawab. Diskusi berakhir pukul 15.15 setelah beberapa pertanyaan terjawab. (tr)