Diskusi Publik : Menilik Kembali Peran Gerakan Lintas Agama dalam Upaya Penanganan Wabah Covid-19

Yogyakarta, 4 Mei 2020—Diskusi bertajuk “Peran Lintas Agama Menghadapi Pandemi Covid-19” diadakan melalui platform google meet oleh Departemen Politik Pemerintahan Fisipol UGM. Dengan dimoderatori oleh Herlambang Jati, diskusi siang itu menghadirkan Samsul Maarif, dari CRCS UGM, dan FX Endro Tri Guntoro dari Sekolah Kebhinekaan Gunung Kidul. Diskusi kali itu memberikan perspektif baru dalam menganalisis persoalan Covid-19 yaitu melalui peran berbagai gerakan lintas agama.

“Jika kita melihat pengalaman munculnya wabah sejak abad keenam, pasti selalu ada drama sosial yang muncul,” tutur Samsul mengawali pemaparannya. Dijelaskannya bahwa drama sosial yang terjadi memiliki tiga segmen. Pertama, setiap orang, kelompok, bahkan negara tidak percaya akan bahaya dari wabah tersebut. Keterlambatan menyadari bahaya tersebut akan menimbulkan dampak buruk sama seperti apa yang sedang dialami Indonesia. Kedua, fakta bahwa wabah itu berbahaya baru akan diterima ketika mereka melihat wabah secara nyata, banyak orang terinfeksi, banyak rumah sakit yang tidak lagi mampu, hingga angka kematian yang meningkat. Setelah fakta tersebut diterima, maka muncul tawaran dan tuntutan akan penjelasan terkait persoalan yang ada. Banyak penjelasan pemerintah, ilmuan dan berbagai pihak yang saling merespon baik maupun bertentangan satu sama lain. Ketiga, orang-orang mulai tidak percaya pada sejumlah penjelasan yang ada. Dalam tahap tertentu, kondisi seperti itu dijelaskan Samsul dapat menimbulkan situasi yang tidak terkontrol.

Samsul memberikan contoh pada akses pelayanan kesehatan. “Ketika masuk ke segmen ketiga, rumah sakit tidak lagi mampu menampung semua pasien, sehingga mereka harus melakukan seleksi siapa yang didahukukan untuk mendapat pelayanan,” terang Samsul. Dipaparkannya, data menunjukkan bahwa tingkat kematian dari kelompok marginal lebih tinggi daripada kelompok umum/mainstream. Sehingga menurutnya, eksklusi yang terjadi dalam pelayanan kesehatan menjadi salah satu penyebabnya. Hal tersebut dikarenakan, seleksi yang dilakukan pada akhirnya akan mengorbankan kelompok-kelompok magrinal tersebut.

Oleh karena itu, menurut Samsul peran lintas agama harus hadir dalam persoalan tersebut. Ia berharap kelompok-kelompok marginal yang selama ini diminoritaskan dapat menjadi perhatian dalam kolaborasi lintas agama. “Itu sebagai bukti bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah kemanusiaan,” tegas Samsul. Selain itu, ia menyampaikan bahwa kolaborasi kerelawanan lintas agama tidak boleh melihat sekat-sekat keagamaan, tetapi menjadikannya sebagai dorongan untuk bersama-sama melakukan kebaikan. Menurutnya, hal itulah yang dapat membuat penanganan masalah yang ada menjadi lebih efektif.

Senada dengan hal tersebut, Guntoro menuturkan pentingnya kerjasama lintas agama. Menurutnya, gerakan lintas agama harus mampu menepis stigma bahwa jejaring agama hanya mengurusi masalah antar umat beragama saja. “Jejaring lintas agama juga punya tanggung jawab yang penting, yaitu berkontribusi dalam persoalan kemanusiaan dan menciptakan generasi-generasi yang toleran,” imbuhnya.

Dalam rangka mewujudkan generasi tersebut, Guntoro sempat menceritakan kegiatan yang ia bangun dalam Sekolah Kebhinekaan di Gunung Kidul, Yogyakarta. Sesuai pemaparannya, Sekolah Kebhinekaan merupakan sekolah non formal yang mengumpulkan remaja dan pemuda untuk belajar tentang persaudaraan dan toleransi. Selama ini, setidaknya terdapat 3 angkatan yang ia bentuk dari perwakilan berbagai organisasi keagamaan. “Mereka kami ajak untuk live in di beberapa tempat ibadah agama lain untuk belajar toleransi,” terang Guntoro. Melalui sekolah tersebut, ia mendorong agar anggotanya menjadi garda terdepan dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga toleransi. Sehingga, Guntoro yakin bahwa gerakan lintas agama akan menjadi efektif jika dikelola dengan baik.

Dalam konteks wabah Covid-19, ia juga menyampaikan bahwa adanya wabah Covid-19 dapat menjadi media untuk merefleksikan diri bahwa ternyata ada sesuatu yang tepat harus dilakukan dalam situasi semacam ini. Ia mengapresiasi pada kelompok-kelompok yang terbiasa melakukan kerja kolaboratif. Menurutnya, mereka lebih cepat dan tanggap dalam menangkap persoalan dan solusi yang harus dilakukan di masa seperti ini. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa gotong royong dan kebersamaan menjadi penting dalam situasi Covid-19 ini. “Sisi kemanusiaan kita sedang diuji agar semakin hidup dalam gerakan sosial,” pungkasnya. (/Ann)