Gelar Wicara hasil Riset Grup WhatsApp dan Literasi Digital Perempuan Indonesia

Yogyakarta, 16 Maret 2020 – Dosen Departemen Ilmu Komunikasi sekaligus peneliti dan penulis buku “WhatsApp Group and Digital Literacy among Indonesian Women” melangsungkan acara talkshow atau gelar wicara dan peluncuran buku di Digital Library (Digilib) lantai 2, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM). Zainuddin Muda (selanjutnya disebut Zam) selaku moderator membuka acara pada pukul 13.30 WIB, dilanjutkan dengan pemaparan dari enam perwakilan peneliti, yakni Novi Kurnia, Rahayu, Engelbertus Wendratama, Wisnu Martha, Wisnu Prasetya, dan Zam yang juga berperan sebagai asisten peneliti dalam riset tersebut.

Novi, ketua tim peneliti, mengatakan bahwa riset yang dilakukan timnya bertujuan untuk memetakan kompetensi digital perempuan Indonesia dalam mengatasi misinformasi, terutama melalui aplikasi percakapan WhatsApp. Riset ini melibatkan 1.250 responden perempuan di lima kota di Indonesia, yakni Aceh, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, dan Jayapura. “Temuan hasil riset tersebut akan disusun menjadi modul pelatihan literasi digital bagi perempuan Indonesia untuk melawan misinformasi politik di masa Pilkada 2020,” jelas Novi.

Satu-persatu peneliti memaparkan temuan riset di kota yang menjadi lokasi penelitian masing-masing. Wendra, peneliti di kota Jakarta, mengatakan bahwa misinformasi yang paling banyak disebarkan seputar politik. Sedangkan ujaran kebencian banyak ditemukan di grup WhatsApp alumni sekolah para responden. Menurut Wendra, karakteristik perempuan di Jakarta ketika menerima misinformasi cenderung mendiamkan. “Perempuan di Jakarta cenderung menghindari konflik di grup WhatsApp, lebih mengutamakan keharmonisan daripada kebenaran,” ujar Wendra.

Sedangkan Rahayu, peneliti Kota Yogyakarta, mengatakan bahwa responden di Kota Yogyakarta menggunakan WhatsApp untuk menjalin hubungan personal. Perempuan di Yogyakarta memiliki rasa ingin terhubung dengan lingkungan sosial, keluarga, dan teman-teman mereka. “Relasi sosial ini berkaitan dengan keinginan untuk mendapatkan dukungan sosial,” jelas Rahayu.

Prasetya, peneliti Kota Jaya Pura, mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pernyataan responden dari hasil survei dengan wawancara mendalam. Lebih dai 50 persen responden megatakan mendiamkan misinformsi dan ujaran kebencian. Namun, hasil wawancara dari enam orang responden mengungkapkan bahwa mereka bersikap aktif ketika menemukan misinformasi politik atau ujaran kebencian.

“Responnya bervariasi. Ada yang mengingatkan, ada yang menegur, ada juga yang memaki orang yang menyebarkan misinformasi karena dinilai merusak suasana grup WhatsApp,” jelas Prasetya. “Infomasi seputar agama paling banyak diterima responden Aceh,” kata Zam, peneliti di Kota Aceh. Ia menjelaskan bahwa karakteristik responden cenderung menganggap persoaan politik mengganggu. Mayoritas responden mengabaikan misinformasi dan ujaran kebencian. Namun, mereka akan melakukan verifikasi dengan cara bertanya langsung kepada orang-orang yang kompeten di bidangnya.

Mirip degan hasil riset Prasetya, hal survei dengan wawancara terhadap responden di Kota Makassar juga berbeda. Menurut Martha, peneliti Kota Makassar, meski di dalam survei mayoritas responden bersikap mendiamkan, namun hasil wawancara mendalam menyatakan sebaliknya. Responden yang diwawancarai mengaku bertindak responsif dengan mengingatkan pengirim misinformasi dan ujaran kebencian. “Perempuan di Makassar berpotensi menjadi agen yang mengatasi misinformasi,” ungkap Martha. “Perempuan Indonesia itu multiidentitas dalam peran domestik maupun profesional, grup WhatsApp-nya banyak dan beragam,” jelas Novi.

Menurut Novi, perlu partisipasi dan kolaborasi perempuan Indonesia dalam melawan misinformasi, khususnya yang bertema politik. Oleh karenanya, perempuan mestinya dibekali dengan kompetensi digital. Penyusunan modul hasil temuan riset tersebut akan berguna sebagai pedoman pelatihan literasi digital dan meningkatkan kompetensi digital perempuan di berbagai daerah di Indonesia.

Acara bertajuk Talk Show, Peluncuran Buku, dan Pelatihan Literasi Digital ini digelar secara daring melalui kanal Youtube dan Facebook Live akun Fisipol UGM. Sebab, merujuk pada surat edaran Rektor UGM mengenai Kesiapsiagaan dan Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan UGM, sivitas UGM diminta untuk membatalkan/menunda kegiatan yang melibatkan lebih dari 50 orang, baik di luar maupun di dalam kampus. Kegiatan akademik pun dilaksanakan dengan metode daring mulai hari Senin, 16 Maret 2020. (/Nif)