
Yogyakarta, 24 Juli 2025─Kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (39), yang ditemukan tak bernyawa di sebuah kos kawasan Menteng, Jakarta Pusat, memicu perhatian publik secara luas. Peristiwa memilukan ini juga menjadi sorotan kalangan akademisi, termasuk Prof. Dr. Dafri Agussalim, Guru Besar Hubungan Internasional FISIPOL UGM.
Kematian seorang diplomat aktif bukan sekedar tentang kehilangan personal, tetapi juga menjadi ruang refleksi tentang bagaimana negara memproteksi para diplomat kita. Dalam wawancaranya, Prof. Dafri menekankan pentingnya peristiwa ini dijadikan refleksi oleh Kemlu dan institusi pemerintah lainnya. Menurutnya, perlindungan terhadap pegawai tidak cukup hanya menyangkut aspek kesehatan fisik, tetapi juga harus mencakup keamanan psikologis dan kesejahteraan ekonomi.
“Lembaga negara perlu memiliki sistem perlindungan menyeluruh terhadap pegawainya. Pertama, melindungi dalam aspek keamanan fisik. Apalagi bila yang bersangkutan bekerja di bidang-bidang sensitif. Kedua, perlu keamanan psikologis atau sistem yang bisa memastikan adanya dukungan psikologis dan deteksi dini terhadap tekanan kerja yang bisa berdampak pada mental pegawai,” ujar Dafri dalam wawancara kami.
Meskipun secara langsung kasus ini dinilai belum berdampak signifikan terhadap relasi luar negeri Indonesia karena ADP belum berada di level pembuat kebijakan, tetapi peristiwa ini menurut Dafri tetap penting untuk ditanggapi secara serius oleh institusi terkait. Ia menyebutkan bahwa hal ini harus menjadi pelajaran kolektif bagi para lembaga negara, tidak hanya Kemlu untuk memperkuat sistem perlindungan internal pegawai-pegawainya.
Dafri juga menyoroti pentingnya transparansi dan kredibilitas dalam proses hukum. Hingga kini, beragam spekulasi terus beredar di publik, mulai dari dugaan bunuh diri hingga kaitan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ia menilai, kesimpangsiuran informasi ini justru memperbesar tekanan terhadap keluarga korban dan melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Atensi publik yang besar muncul karena tidak ada satu sumber informasi utama yang bisa jadi rujukan. Maka, penting bagi aparat dan institusi resmi untuk segera mengungkap fakta dengan pendekatan yang kredibel dan transparan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa dalam negara demokratis, penegakan hukum yang kredibel adalah bagian dari kehadiran negara bagi warganya. Terlebih, dalam kasus seperti ini yang menyangkut integritas institusi dan nasib keluarga korban.
Prof. Dafri berharap Kemlu dapat menjadikan kejadian ini sebagai momentum untuk membenahi sistem perlindungan internal pegawai dan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mengedepankan aspek kesejahteraan dan keamanan pegawai diplomatik. (/noor)