Australia, 25 Juli 2024─Indonesia tengah bersiap untuk menjalani pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto pada 2024 ini. Momentum pergantian presiden ini tentunya akan berdampak, tak hanya terhadap urusan dalam negeri, tetapi juga terhadap hubungan dengan negara-negara lain, termasuk Australia. Topik ini menjadi salah satu fokus bahasan dalam konferensi keempat Australia-Indonesia in Conversation (AIC) “Pemerintahan Baru di Indonesia dan Australia: Tantangan Domestik, Perubahan Rezim Global, dan Ketegangan Geopolitik”. Topik tersebut secara khusus dibahas dalam Diskusi Panel 1 yang bertajuk “Pemerintahan Baru: Tantangan Domestik dan Hubungan Bilateral” yang diadakan secara hibrid di Yasuko Hiraoka Room, Sidney Myer Asia Centre, The University of Melbourne pada Kamis (25/7).
Data World Bank menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan pengecualian penurunan yang terjadi saat pandemi. Siswo Pramono, Duta Besar Indonesia untuk Australia, menyebutkan bahwa stabilitas ekonomi yang sudah dicapai selama setidaknya dua periode ke belakang harus terus diperkuat oleh presiden terpilih yang baru.
“Tugas presiden yang baru adalah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi supaya Indonesia terhindar dari ancaman middle income trap,” ujar Siswo.
Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan, salah satunya, dengan cara memperkuat hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain, termasuk dengan Australia. Berkaitan dengan hal tersebut, Siswo menyampaikan bahwa setidaknya 6 dari 10 prioritas Southeast Asia Economic Strategy 2040 yang dirancang oleh Australia selaras dengan program presiden baru. Bidang-bidang yang selaras yaitu program nutrisi dan ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, pendidikan, hilirisasi industri dan transisi energi, infrastruktur, dan pendapatan negara. Merespons keselarasan tersebut, Kedutaan Besar Republik Indonesia telah merancang berbagai program kerja sama antara Indonesia dan Australia untuk tahun 2024 hingga 2025 yang sesuai dengan bidang-bidang prioritas tersebut.
Hadir pula dalam konferensi tersebut sebagai pembicara yaitu Nurhadi, Wakil Dekan Fisipol UGM; Mark Considine, Profesor Ilmu Politik The University of Melbourne; Sally Young, Profesor Bidang Politik Australia dan Media The University of Melbourne; Fina Itriyati, Wakil Dekan Fisipol UGM; dan Angie Bexley, perwakilan dari Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia (KONEKSI). Adapun kerja sama yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada dengan Faculty of Arts University of Melbourne ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-17 tentang Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.