Hearing Dekanat: Audiensi Penyesuaian UKT Mahasiswa IUP dan S2

Yogyakarta, 14 Juli 2020—Dewan Mahasiswa (Dema) Fisipol UGM kembali menggelar hearing dengan jajaran dekanat pada Selasa sore (14/7). Hearing Dekanat yang mengangkat topik bahasan “Audiensi Penyesuaian UKT Mahasiswa IUP dan S2” merupakan tindak lanjut dari hearing dekanat tempo lalu yang membahas isu akademik dan non-akademik. Hearing kali ini dihadiri oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M. Si selaku Dekan, Dr. Wawan Masudi selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, dan Nurhadi, S.Sos., M.Si. Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan dan Sumberdaya Manusia, serta Ika Wulandari Widyaningrum, S.Pd., MBA selaku Kepala Seksi Akademik dan Kemahasiswaan. Renova Zidane, perwakilan Advokasi Dema, menjadi moderator dalam hearing dekanat kali ini.

Hearing diawali dengan pengantar dari moderator mengenai penyesuaian UKT selama pandemi sekaligus penyampaian aturan audiensi selama hearing dekanat berlangsung. Moderator juga membacakan hasil penjaringan aspirasi yang telah dilakukan oleh Dema Advokasi mengenai penyesuaian UKT terhadap mahasiswa S1 IUP dan S2. Salah satu poin yang dipertanyakan dalam survei yang berlandasan bahwa rencana fisipol akan melakukan pemotongan UKT sebesar 10% bagi mahasiswa S1 IUP dan S2 adalah kesanggupan mahasiswa untuk membayar UKT jika pemotongan hanya 10%. Hasil dari survei tersebut, dari 107 mahasiswa, 68 orang menyatakan tidak sanggup membayar jika pemotongan hanya 10% dan 39 orang menyatakan sanggup.

Berangkat dari hal tersebut, Prof. Erwan menjelaskan secara singkat singkat mengenai perkembangan pembahasan kebijakan penyesuaian UKT terhadap mahasiswa S1 IUP dan S2. Erwan menyampaikan bahwa pihak fakultas tidak menutup mata atas dampak pandemi, terutama perubahan ekonomi orang tua mahasiswa Fisipol yang berimplikasi pada kebutuhan pemotongan UKT. Erwan juga menyebut bahwa pembahasan mengenai penyesuaian UKT bagi mahasiswa IUP merupakan sesuatu yang baru karena memang belum pernah ada sebelumnya, sehingga didiskusikan dalam forum bersama rektor dan para dekan, tempo lalu, dan disepakati adanya bantuan pemotongan dengan persentase sebesar 10%. Dari kesepatakan tersebut, Erwan membuka kesempatan bagi audiens untuk mengajukan usulan pemotongan UKT.

Baik reguler maupun IUP, pihak kampus tidak keberatan membantu setiap persoalan, karena prinsip UKT akan digunakan untuk program subsidi dan lainnya. “Jadi, kami intinya tidak keberatan kalau memang ada persoalan yang harus dibantu, apakah itu reguler atau IUP, dalam suasana ini yang ingin saya sampaikan kita semua sepakat jangan sampai bantuan kita itu tidak tepat sasaran, intinya cuma itu saja,” ungkap Erwan.

Terkait data pengajuan penyesuaian UKT, Wawan menerangkan bahwa fakultas sudah melakukan verifikasi tahap pertama untuk seluruh pemohon pada Jumat lalu. Proses verifikasi juga melibatkan Dema dengan tujuan agar tepat sasaran. Hasil dari pendataan pemohon yang dibuka selama tiga minggu sejak pertengan Juni tersebut, menghasilkan angka yang tidak sangat besar dibandingkan dengan jumlah total seluruh mahasiswa IUP: 8 orang dari HI, 1 orang dari Ilmu Komunikasi, dan 4 orang dari MKP. Sedangkan untuk mahasiswa S2, diperoleh total 37 orang: 4 orang dari HI, 12 orang dari Ilmu Komunikasi, 7 orang dari MKP, 5 orang dari DPP, 7 orang dari Sosiologi, dan 2 orang dari IAP.

Wawan menjelaskan bahwa fakultas berusaha mengelola situasi pandemi ini dengan tepat dan terukur, khususnya terkait beban mahasiswa dan seluruh akademika. Mengenai pemotongan UKT sebesar 10%, Fisipol akan melakukan penilaian lagi apabila masih memberatkan. “Nanti kita lihat lagi kasus spesifik dari rekan-rekan mahasiswa yang memang betul-betul sangat berat, sehingga lebih dari itu (10%) tentu sangat dimungkinkan, bahkan sebelum situasi pandemi pun jika ada satu-dua (mahasiswa) yang secara objektif betul-betul mengalami kesulitan, fakultas tidak tinggal diam,” tutur Wawan.

Kemudian terkait dengan prinsip dalam penentuan UKT, Nurhadi juga menjelaskan bahwa dalam pemanfaatan UKT, terdapat sistem cross class atau solidaritas antarkelas antara kelas IUP dan reguler. Selain itu juga ada cross level solidarity atau solidaritas antar level, yaitu UKT golongan 8,7, 6, dan 5 menyubsidi yang dibawahnya. Sedangkan terkait kondisi keuangan dan pengelolaan UKT selama pandemi, disebutkan bahwa fakultas justru menjalankan dua model, yaitu model lama yang tetap jalan dan model daring.

Pihak kampus membutuhkan infrastruktur dan model-model baru, misalnya konten perkuliahan dan bantuan pulsa yang harus dianggarkan. Meskipun double, pihak kampus juga menyiasatinya dengan melakukan pemotongan anggaran di beberapa area seperti pos perjalanan dinas yang biasanya harus riset kemana-mana kemudian dialihkan ke model baru. Dalam melakukan hal tersebut, Fisipol berjuang dalam mengatur alokasi anggaran. “Kita sebenarnya berjuang dalam hal itu, struggle untuk mengatur (penyusutan anggaran) kesana kemari,” imbuh Nurhadi. (/Wfr)