Yogyakarta, 22 November 2023—Tahun ketiga penyelenggaraan International Conference of Disability Rights (ICDR), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM terpilih sebagai tuan rumah. Konferensi tahunan ini diselenggarakan oleh forum Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) dari kerja sama Fisipol UGM dan Australian Catholic University. Berlangsung selama tiga hari, yaitu 21-23 November 2023, para ahli, aktivis, dan akademisi berkumpul untuk mendiskusikan hak-hak disabilitas dalam masyarakat yang belum terakomodasi sepenuhnya.
Kelompok disabilitas merupakan salah satu bagian dari kelompok rentan yang masih sering mendapat stigma negatif di masyarakat. Pemenuhan hak-hak difabel di tingkat regional dinilai masih sangat minim karena kurangnya keterbukaan pemerintah daerah dan penduduk. Itulah alasan mengapa upaya penerapan inklusivitas di berbagai sektor perlu didukung oleh banyak pihak. “UGM telah berkomitmen untuk terus mengembangkan lingkungan kampus yang inklusif dan berjanji untuk terus mendukung inisiatif dan kolaborasi terkait isu ini. Konferensi ini merupakan kesempatan bagi kita untuk saling memahami tantangan masing-masing dan merumuskan solusi bersama,” tutur Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D.
Sesi diskusi dalam ICDR ini terbagi menjadi beberapa panel dan topik. Seluruh topik membahas tentang hak-hak disabilitas di sektor pendidikan, hukum, komunikasi, hingga masyarakat desa. Seluruh panel melibatkan akademisi dan aktivis dari Indonesia dan Australia. Kedua negara ini nampaknya sama-sama memiliki tantangan dalam menerapkan inklusivitas bagi kelompok difabel. Untuk itu, forum ini dibuat agar inovasi muncul dari berbagai langkah yang telah diterapkan Australia dalam menjamin hak-hak disabilitas.
“Dukungan pemerintah Australia melalui Program INKLUSI untuk pelaksanaan konferensi ini, diharapkan akan semakin menguatkan kerjasama antara pendidikan tinggi di Australia dan Indonesia. Perguruan tinggi adalah lembaga yang memiliki peran penting dalam mempromosikan perubahan sosial dalam mendukung penghormatan hak kelompok disabilitas baik melalui kegiatan akademik maupun program pemberdayaan masyarakat,” ungkap Simon Ernst, selaku Counsellor Development Effectiveness and Humanitarian, Kedutaan Australia.
Kolaborasi bilateral ini diharapkan mampu mewujudkan implementasi dari Suistanable Development Goals (SDGs) poin ke 10, yakni peningkatan inklusivitas. Disabilitas sebagai kelompok rentan menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda ini. Keterbatasan yang membuat kelompok disabilitas tidak bisa mengakses berbagai layanan masyarakat dengan maksimal. Tidak hanya keterbatasan akses fisik atau sarana prasarana, di era ini kelompok difabel khususnya sangat terbatas pada akses akan informasi. Untuk itu, pemerintah mulai perlu memikirkan aspek inklusivitas dalam merancang kebijakan apapun agar seluruh lapisan masyarakat dapat dijangkau.
Sebanyak 113 peserta yang telah menghadiri konferensi ini berasal dari 10 negara, yakni Australia, India, Sri Lanka, Inggris, Lituania, Thailand, Singapura, Malaysia, Irak, dan Indonesia. Antusiasme ini menunjukan komitmen bangsa-bangsa dalma menciptakan masa depan yang maju dan inklusif. “Keragaman tema dan perspektif di ICDR 2023 mencerminkan kebutuhan untuk memahami interseksionalitas hak disabilitas dalam konteks sosial, budaya, dan politik. Konferensi ini diharapkan akan memperkaya diskusi, dan mempertajam pemahaman tentang berbagai hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam berpartisipasi di dalam pembangunan.” ujar Dr Wawan Mas’udi, Dekan Fisipol UGM.