Kajian Bersama Puskapol UI dan Election Corner Fisipol UGM: Pentingnya Mengawal Integritas Penyelenggara dan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Yogyakarta, 11 Mei 2023─Bekerja sama dengan Puskapol UI, Election Corner Fisipol UGM melakukan kajian untuk memeriksa bagaimana dua isu utama, yakni “penundaan Pemilu” dan “integritas penyelenggara Pemilu” mempengaruhi kepercayaan publik terhadap demokrasi elektoral. Kajian ini dilakukan melalui riset analisis big data serta analisis wacana dan aktor melalui pemberitaan media daring dan Twitter dalam rentang waktu 1 Januari 2022 s.d. 2 Maret 2023. Selain itu, juga dianalisis terkait beberapa peristiwa politik elektoral yang dianggap kontroversial, setidaknya hingga pertengahan April 2023.

Kajian bersama tersebut menghasilkan beberapa poin utama. Pertama, bahwa penundaan Pemilu dan integritas penyelenggara Pemilu tak berdiri sendiri, melainkan diiringi dengan wacana tiga periode bagi Presiden, atau keterkaitan isu penundaan Pemilu dengan kepentingan perusahaan sawit. Pemberitaan penundaan Pemilu mencapai puncak tertinggi disebabkan adanya momentum aksi/demo mahasiswa di Gedung DPR RI. Sama seperti isu penundaan Pemilu, munculnya persoalan integritas Pemilu juga tak berdiri sendiri. Isu ini hadir bersamaan dengan persoalan lain, seperti penyalahgunaan kewenangan dari penyelenggara Pemilu; politik uang; kecurangan disetiap tahapan Pemilu; penggunaan media, teknologi informasi, dan data yang tak bertanggungjawab; hingga rendahnya partisipasi dan pengawasan publik pada Pemilu.

Kedua, akun-akun influencer dan media daring berperan cukup signifikan dalam mempengaruhi wacana penundaan Pemilu. Terutama, terkait wacana penundaan Pemilu dan integritas penyelenggara Pemilu yang sudah mulai menguat, meskipun aktor yang terlibat dalam wacana ini masih sangat terbatas. Selain itu, pemetaan topik pemberitaan di media massa juga menunjukkan bahwa ucapan tokoh telah diamplifikasi ke dalam beragam situs pemberitaan.

Ketiga, rendahnya keterlibatan akun penyelenggara Pemilu dalam wacana penundaan Pemilu dan integritas penyelenggara Pemilu. Wacana ini belum secara signifikan melibatkan lembaga penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Terlihat betapa masih terbatasnya peran penyelenggara Pemilu dalam mengolah wacana publik terkait penundaan Pemilu. Ini cukup mengkhawatirkan mengingat momentum isu atau wacana dapat beralih secara cepat di Twitter.

Keempat, pemetaan topik pemberitaan di media massa menunjukkan bahwa ucapan para tokoh politik telah diamplifikasi ke dalam beragam situs pemberitaan. Dalam konteks ini, sejumlah tokoh menyuarakan pandangannya terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024 dan mempertanyakan peran penyelenggara Pemilu (Bawaslu dan KPU). Selain itu, dibalik rumitnya persoalan integritas Pemilu di setiap tahapan, tersimpan dengan rapat aktor-aktor yang dinilai bermain sebagai “free rider” untuk mendelegitimasi penyelenggara dan penyelenggaraan Pemilu.

Kelima, yakni terkait wacana penundaan Pemilu didominasi oleh sentimen penolakan. Meskipun ada peningkatan percakapan di Twitter dan media daring terkait isu penundaan Pemilu, tetapi sentimen yang lebih dominan adalah penolakan terhadap wacana tersebut. Penolakan tersebut diutarakan bukan hanya oleh mayoritas pengguna Twitter, tetapi juga beberapa tokoh politik, akademisi, dan masyarakat sipil. Menurut kalangan akademisi dan masyarakat sipil, wacana penundaan Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal yang bertentangan dengan konstitusi dan tidak dapat dianggap sebagai masalah yang sepele.

Yang terakhir, yakni persoalan mengenai masih rendahnya kesadaran publik. Berdasarkan analisis aktor dan wacana, sebagian tokoh, media, dan publik telah berupaya untuk terus menyuarakan persoalan “integritas Pemilu”. Namun, isu ini belum mampu memantik keresahan sekaligus kesadaran publik yang lebih luas. Karena itu, perlu upaya serius dari semua pihak, khususnya para akademisi, aktivis dan jurnalis, untuk menguatkan kepercayaan publik itu.

Kajian awal diatas membawa pada kesimpulan yakni bahwa selain penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi elektoral, penting bagi penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) untuk mengambil langkah lebih aktif secara kelembagaan. Yakni, untuk turut mengarahkan wacana publik tentang Pemilu di Indonesia.