Konferensi Pers Hasil Riset Program Kartu Prakerja

Yogyakarta, 23 April 2020—Dengan ditandanganinya Perpres no. 36/2020 pada 26 Februari 2020 oleh Presiden Joko Widodo, program Kartu Prakerja resmi dapat diikuti oleh masyarakat Indonesia yang memenuhi syarat dan ketentuan dari program terkait. Sebagai bentuk respon terhadap dikeluarkannya program Kartu Prakerja, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM sebagai pusat kajian menghasilkan riset yang bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan program Kartu Prakerja dengan mempertimbangkan lanskap digital di Indonesia. Riset tersebut disampaikan melalui konferensi pers daring pada Kamis (23/4), oleh dua peneliti CfDS, Treviliana Eka Putri, M.Int.Sec. dan Paska Darmawan, M.S. Konferensi Pers ‘Kartu Prakerja: Siapa Yang Dapat?’ yang digelar oleh CfDS melalui platform Google Meet turut mengundang rekan-rekan media untuk hadir dalam acara tersebut. Acara ini dimulai pukul 10.00 WIB dengan dimoderatori oleh Kirana Anisa.

Selain masalah kesehatan, COVID-19 menimbulkan disrupsi sosial ekonomi. Berdasarkan sumber dari Kemenaker per tanggal 16 April 2020, sebanyak 1.270.367 karyawan dirumahkan dengan diantaranya 229.789 di PHK. Diliput dari Kompas, sebanyak sekitar 37.000 UMKM melapor merasakan dampak COVID-19. Menurut Menkeu Sri Mulyani, sektor yang paling terdampak secara negatif adalah sektor pariwisata, transportasi, dan keuangan. Menaggapi hal ini, pemerintah tentunya bergerak mengambil langkah, salah satunya dengan diluncurkannya program Kartu Prakerja untuk menekan dampak yang dirasakan masyarakat. Meski demikian, Kartu Prakerja menuai sejumlah kritik, antara lain:

  1. Subsidi dalam bentuk pelatihan tidak menjawab kebutuhan masyarakat yang membutuhkan makanan,
  2. Kecurigaan terhadap beberapa perusahaan milik pejabat pemerintah yang digunakan, dan
  3. Jenis kelas serupa yang dapat diperoleh dengan mudah di kanal Youtube secara gratis.

Setidaknya hingga 18 April 2020, terdapat 742 kelas yang ditawarkan oleh 10 platform digital yang telah bermitra dengan pemerintah dalam program Kartu Prakerja, dengan platform Maubelajarapa sebagai platform yang memiliki jumlah kelas terbanyak (mencapai 165 kelas). Dalam data tersebut juga disuguhkan jumlah kelas yang ditawarkan masing-masing platform. Berdasarkan penelitian CfDS, terdapat setidaknya 9 kategori kelas yang dapat diikuti dengan harga variatif, dari yang termurah sebesar Rp29.000,- hingga yang termurah sebesar Rp3.500.000,-. Dari sebaran 9 kategori kelas dan 742 kelas yang ditawarkan, sebanyak 44,2% kelas yang ditawarkan berkaitan dengan peningkatan kemampuan digital peserta.

“Jadi disini kami melihat bahwa sebenarnya dengan tren lapangan pekerjaan di masa depan yang lebih banyak menggunakan perangkat digital dan membutuhkan kemampuan digital maka ini menjadi penting untuk masyarakat Indonesia terutama angkatan kerja ini untuk punya skill-skill digital ini, sehingga 44,2% kelas yang ditawarkan untuk tema digital sepertinya itu oke kedepannya, untuk membangun angkatan kerja yang melek digital,” ungkap Treviliana.

Dalam telaahnya, CfDS menekankan pentingnya faktor kesenjangan digital Indonesia untuk turut diperhatikan dalam penerapan program Kartu Prakerja. Dengan tingkat penetrasi internet di tahun 2020 sebesar 64% dari total populasi masyarakat Indonesia, APJII menyatakan bahwa 56% pengguna internet tersebut berada di Pulau Jawa. Selanjutnya, ketersediaan infrastruktur jaringan dan pendapatan masyarakat menjadi indikator ketimpangan jumlah pengguna internet di Indonesia. Analisis sentimen masyarakat terhadap program ini dilakukan pada 10-18 April 2020 melalui media Twitter dengan total 90.830 tweet berdasar pada keyword prakerja, pra-kerja, “pra kerja”, dan #kartuprakerja.

Dalam riset tersebut, terdapat beberapa tweet dengan tingkat engagement tinggi, yang menegaskan adanya keresahan masyarakat terhadap beberapa hal terkait Kartu Prakerja, yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk mengakses kelas-kelas Kartu Prakerja dan adanya ‘dominasi’ kelas-kelas bertemakan digital.  CfDS menyimpulkan bahwa target penerima program Kartu Prakerja adalah masyarakat Indonesia dengan kecakapan digital yang baik dan memiliki akses terhadap internet dan teknologi digital lainnya.

“Untuk rekomendasinya, pemerintah perlu mempertimbangkan lagi aksesibilitas dan kapasitas dari calon peserta Kartu Prakerja, pemerintah perlu menjamin keamanan dan privasi data dari peserta Kartu Prakerja terutama terkait kebijakan saat ada mekanisme sharing data antara pemerintah dan juga platform maupun pihak ketiga lainnya,” ungkap Paska. Setelah pemaparan hasil riset oleh CfDS, moderator membuka sesi tanya jawab. Diskusi berakhir pada pukul 11.10 WIB. (/Wfr)