Membahas Efektivitas Kuliah Daring bersama Keluarga Mahasiswa Sosiologi

Yogyakarta, 9 Agustus 2020—Divisi Pengabdian Masyarakat Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) bersama Social Research Center (SOREC) Fisipol UGM mengadakan webinar bertajuk Kuliah Daring, Efektif Nggak Sih? Kegiatan berlangsung Minggu (9/8) pukul 13.00  WIB lalu dengan mengundang tiga pembicara dengan latar belakang yang berbeda. Dari bidang pendidikan, pembicara yang hadir adalah Dr. Muhammad Supraja, S. Sos., S.H., M.Si selaku dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM dan Fauzi Ahmad selaku relawan komunitas Yogyakarta Mengajar. Pembicara lain adalah R. Rudi Pramono, S.IP., M.Si., selaku camat Seyegan dari pihak pemerintahan, dan dimoderatori oleh Muhammad Ibnu Azzulfa, mahasiswa Sosiologi angkatan 2018. Webinar yang berlangsung melalui platform Webex ini diikuti 160 orang, tidak hanya dosen dan mahasiswa Sosiologi UGM, tetapi juga tersebar dari daerah-daerah lainnya.

Webinar dimulai dengan sambutan oleh Dr. Arie Sudjito selaku kepala Departemen Sosiologi, yang secara singkat menyampaikan tentang kelebihan dan kekurangan kuliah daring. Menurutnya, metode kuliah baik daring maupun luring memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di situasi ini, institusi diharapkan memilih formula yang tepat sehingga kuliah daring tidak membebani mahasiswa sebagai subjek, juga dosen. Perkuliahan juga jangan sampai menimbulkan bias kelas dan aksesnya pun harus inklusif. Menanggapi diskusi ini sendiri, Arie menyampaikan, “Diskusi seperti ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pembuat kebijakan”.

Sesi pertama dimulai dari pembicara berlatar belakan pendidikan, yaitu Dr. Muhammad Supraja, S. Sos., S.H., M.Si. Sebagai salah satu pengajar di mata kuliah Sosiologi Pendidikan, dosen yang kerap disapa Mas Praja ini memulai materinya dengan pemaparan tentang kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Poin yang disampaikan adalah bagaimana pendidikan di Indonesia berorientasi membentuk manusia menjadi hamba pasar. Menurutnya, pendidikan dibangun atas pandangan link and match antara peserta didik dengan lapangan pekerjaan. Di masa pandemi sendiri terjadi kenaikan jumlah pengangguran akibat terbatasnya lapangan pekerjaan. “Di kondisi normal, masalah pengangguran juga terjadi, apalagi di kondisi COVID-19” terangnya. Praja juga menyampaikan tentang kondisi institusi pendidikan saat ini, yang mana harus menjalankan kegiatan serba daring dan sesuai protokol.

Dalam pelaksanaan kuliah daring sendiri, terdapat beberapa permasalahan yang harus diperhatikan, seperti infrastruktur yang belum merata, permasalahan jaringan internet, dan kelompok marjinal yang beum memiliki akses e-learning. Praja juga menyampaikan bagaimana transisi dari luring ke daring secara mendadak juga memunculkan dampak sosial-budaya, seperti efektivitas pembelajaran yang tidak maksimal dan pengeluaran yang membengkak untuk penyediaan infrastruktur.

Materi selanjutnya disampaikan oleh  , yang mengawali dengan profil komunitas Yogyakarta Mengajar. Komunitas yang telah bergerak di bidang pendidikan selama 6 tahun ini juga memanfaatkan media daring untuk melaksanakan kegiatannya selama pandemi. Misalnya dengan membuat webinar, membuat unggahan edukasi melalui Instagram, juga menyalurkan donasi ke daerah-daerah dampingan Yogyakarta Mengajar. Menurut Fauzi, di tengah keterbatasan kondisi ini, penggiat pendidikan dapat memanfaatkan waktu untuk merefleksikan jalannya pendidikan selama ini. Fauzi juga mengutip kata-kata Ki Hadjar Dewantara yang cocok dengan kondisi ini, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”.

Sesi terakhir diisi oleh R. Rudi Pramono, S.IP., M.Si. selaku camat Seyegan, Sleman. Beliau menyampaikan efektivitas kuliah daring yang belum maksimal, seperti kegiatan praktikum yang sulit dilakukan secara daring, juga permasalahan transfer knowledge dan transfer skill. Menurutnya, dalam proses transfer knowledge perlu ada interaksi langsung untuk transfer skill dan pembentukan perilaku mahasiswa. Ada juga istilah Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), sebagai suatu hal yang dilakukan selama kuliah daring. Untuk membangun sinergitas, menurut Rudi, diperlukan kesiapan oleh semua pihak mulai dari pemerintah, kampus, hingga mahasiswa. “Peran masyarakat dan kontrol sosial menjadi penting dalam situasi ini,” tegasnya.

Webinar ditutup dengan pengumuman terkait sertifikat yang akan didapatkan tiap peserta. Selain itu, beberapa penanya yang beruntung mendapatkan hadiah berapa saldo OVO dari pihak penyelenggara. (/tr)