Membahas Pengalaman Lebaran di Tengah Pandemi dalam Obrolan dan Opini Seputar Dunia Digital (OPOSiT) #3

Yogyakarta, 27 Mei 2020—Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM kembali hadir dengan seri ketiga Obrolan dan Opini Seputar Dunia Digital atau OPOSiT. Pada sesi OPOSiT kali ini, CfDS membawakan tema mengenai situasi lebaran di tengah pandemi, khususnya mengenai lebaran virtual yang ramai dilakukan saat Hari Raya Idulfitri lalu. Sama seperti sesi-sesi OPOSiT sebelumnya, sesi ketiga ini pun terbuka bagi siapa pun yang ingin menceritakan pengalaman lebarannya dengan cara mengajukan permintaan siaran langsung bersama pada akun Instagram CfDS yang kemudian akan diterima oleh host OPOSiT.

Kisah lebaran pertama disampaikan oleh Umar yang berada di Jakarta, tepatnya di Jakarta Timur. Umar mengalami perjalanan yang panjang dari India sebelum akhirnya sampai di Jakarta. Ia harus naik bus selama tiga puluh jam, naik pesawat selama enam jam, lalu akhirnya dikarantina selama tiga hari. Untungnya, sesampainya di Jakarta, Umar langsung menjalani dua kali tes, baik rapid test dan swab, dan hasilnya negatif. Umar menemukan perbedaan yang sangat jelas antara kondisi di Jakarta dengan di India. Menurut Umar, di Indonesia, termasuk Jakarta, kebijakan dilakukan dengan cukup banyak toleransi, sehingga kondisi di Jakarta dapat dibilang ramai. Sementara itu, kebijakan di India dijalankan dengan lebih ketat. Selain itu, Umar juga merasa bahwa warga Indonesia masih cukup banyak yang belum disiplin, bahkan untuk sesederhana perihal penggunaan masker. Saat Umar ingin membeli nasi uduk, ia tidak menemukan tukang nasi uduk yang memakai masker saat berjualan. Umar berpesan, masyarakat sudah seharusnya waspada dengan keberadaan pandemi Covid-19, namun tidak perlu sampai panik berlebihan.

Partisipan selanjutnya yang menceritakan pengalaman lebarannya di tengah pandemi adalah Rizka. Rizka memilih untuk bertahan di kota perantauannya, Jakarta, meskipun sebenarnya ia memiliki kesempatan untuk pulang sejak awal masa WFH. Oleh sebab itu, di Hari Raya Idulfitri kemarin, ia menjalani lebaran secara daring dengan menggunakan platform Whatsapp. Rizka menyebutkan bahwa fenomena lebaran virtual ini dapat disebut dengan zoom-keman, sebuah pelesetan dari tradisi sungkeman yang saat ini harus dilakukan secara daring. Ia juga membenarkan ucapan Umar mengenai situasi di Jakarta. “Mungkin banyak jalan besar di Jakarta yang terlihat sepi, tapi begitu melihat ke gang-gang kecil, jalanan penuh dengan manusia,” katanya.  Rizka sendiri melihat poin positif dari momen lebaran virtual ini. Menurutnya, dengan kondisi seperti ini, silaturahmi menjadi lebih mudah dilakukan, bahkan dengan teman-teman yang sudah lama tidak dihubungi.

Cerita dilanjut dengan partisipan ketiga, yaitu Yaya, yang juga berada di Jakarta. Ia tidak bisa pulang meskipun sudah membeli tiket untuk pulang saat lebaran. Yaya membenarkan ucapan Umar dan Rizka bahwa kondisi di Jakarta sangat ramai. Hal tersebut cukup membuat Yaya merasa sedih, sebab di tengah kondisinya yang tidak bisa pulang, orang-orang di Jakarta justru seperti tidak menunjukkan kepedulian terhadap PSBB. Perihal video call, Yaya menyampaikan hal yang sedikit mirip dengan apa yang disampaikan Rizka. Lebaran virtual ini jadi mendekatkan keluarga-keluarga yang jauh, yang pada hari lebaran biasa tidak bisa datang berkunjung. Di momen seperti ini, justru semua pihak jadi terhubung dengan video call.

Sesi bercerita pun dilanjutkan dengan kisah dari tiga partisipan lainnya. Selain cerita seputar perayaan lebaran kemarin, host juga memberikan informasi bahwa CfDS akan terus memberikan acara secara daring, seperti diskusi daring dan sesi siaran langsung yang memanfaatkan partisipasi peserta. Sesi siaran langsung OPOSiT diakhiri sekitar pukul 20.00 WIB. Siaran ulang dari sesi OPOSiT ketiga dapat ditonton di halaman IGTV akun Instagram CfDS. (/hfz)