Membahas Tantangan Indonesia dan Asean bersama Asean Studies Center

Yogyakarta, 23 Juli 2020—Selama pandemi berlangsung, ASEAN banyak berhubungan dengan negara-negara mitra seperti Korea Selatan, China, dan Jepang. Di samping itu, ASEAN harus mengantisipasi berbagai ancaman dan tantangan di masa ini. ASEAN Studies Center (ASC) Fisipol UGM membahas tema ini melalui webinar bertajuk Bincang ASEAN : Mengantisiasi Ancaman Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional di Era Pandemi COVID-19 – Tantangan Indonesia dan ASEAN. Webinar berlangsung melalui Zoom Video Conference dan disiarkan langsung melalui YouTube pada Kamis (24/7) mulai pukul 10.00. Dalam webinar yang diikuti lebih dari 500 orang ini, ASC menggandeng Kemenko Polhukam RI. Webinar yang melengkapi seri Bincang ASEAN ini dipandu oleh Dr. Randy Wirasta Nadyatama, senior research fellow ASC sekaligus dosen Departemen Hubungan Internasional UGM sebagai moderator.Acara dimulai dengan sambutan yang disampaikan oleh Duta Besar Dr. (HC) Lutfi Rauf, MA selaku Deputi II Bidkoor Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam. Lutfi menyampaikan tentang berbagai ancaman yang terjadi secara selama masapandemi, seperti meningkatnya penyeludupan narkoba dan perdagangan manusia. COVID-19 juga mengubah peta geopolitik, seperti sikap asertif yang dilakukan RRC. “Harapan kita semua, di tengah COVID-19, tindakan tersebut tidak memicu konflik di ASEAN,” terang Lutfi dalam sambutannya.

Sambutan selanjutnya dibawakan oleh Dr. Wawan Mas’udi selaku wakil Dekan Bidang Akademik Fisipol UGM. Wawan turut menyampaikan tentang buku Tata Kelola Penanganan COVID-19 yang diterbitkan oleh UGM Press yang salah satu pembahasannya relevan dengan webinar tersebut, yaitu dimensi komparatif. Ada pula bagian yang membahas soal global government yang akan membantu kita merevitalisasi ulang pasca COVID-19. “COVID-19 sudah membuka banyak kotak pandora, yang menghasilkan peluang-peluang baru”, tutur Wawan.

Webinar dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh pembicara pertama yaitu Duta Besar Chilman Arisman, Fungsional Diplomat Utama Kementerian Luar Negeri. Materi yang dibawakan berjudul mewujudkan Stabilitas Kawasan Melalui Kerja Sama Pilar Politik Keamanan ASEAN. Chilman memberikan pengantar tentang ASEAN dan peran-perannya secara umum sebagai kawasan dengan stabilitas keamanan yang baik. Untuk mempertahankannya, ASEAN sendiri memiliki pedoman berupa ASEAN Political-Security Blueprint 2025. Chilman juga menyampaikan tentang beberapa tantangan dan upaya yang telah dilakukan ASEAN, seperti menyelesaikan konflik internal maupun antar negara, demokrasi dan HAM, serta kejahatan transnasional. “ASEAN terus bekerja, sejauh ini membuktikan kawasan ini yang stabil dan di tengah COVID-19 pun tidak ada konflik yang timbul antar negara. ASEAN bukan kawasan yang menjadikan proxy bagi kekuatan besar, dan ASEAN selalu punya forum,” terang Chilman.

Pembicara selanjutnya adalah Dr. Muhammad Rum, Senior Research Fellow ASC sekaligus dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM. Rum memberikan materi tentang menakar operasionalisasi kerja sama penanganan pandemi di ASEAN. ASEAN memiliki beberapa inisiatif untuk menanggulangi pandemi di berbagai bidang, seperti pengelolaan bencana, kesehatan, pertahanan, dan kerja sama regional. Declaration of the Special ASEAN Summit on Coronavirus Disease juga telah digelar pada 14 April 2020 lalu, setelah COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi. deklarasi ini sekaligus mempersiapkan mekanisme respons terhadap pandemi di level regional dengan meningkatkan kapasitas dan kerja sama antar sektor. “Kerja sama dalam membangun komunikasi publik yang efektif juga dibahas, untuk menghindari hoax,” terang Rum. Di peghujung materunya, Muhammad Rum memaparkan tentang rekomendasi dan peluang peningkatan kerja sama dalam penanganan pandemi di ASEAN.

Pembicara terakhir adalah Dr. Dafri Agussalim, M.A. selaku direktur eksekutif ASC yang menyampaikan materi tentang keamanan maritim dan ancaman non-tradisional di Asia Tenggara. Menurut Dafri, jaminan keamanan laut di ASEAN menjadi kunci masa depan, karena luasnya laut yang dimiliki negara-negara di ASEAN. Laut yang kaya tersebut dapat menjadi ancaman, baik tradisional maupun non-tradisional jika tidak dibarengi dengan keamanan yang baik. Ancaman keamanan non-tradsiional sendiri sudah menyebabkan kerugian milyaran dollar dan banyak kematian. Jika isu ini tidak ditangani dengan baik, maka tujuan Deklarasi Bangkok akan sulit terwujud. “Kedepannya harus ada pemikiran yang lebih luas untuk menangani berbagai isu,” terang Dafri.

Webinar kemudian dilanjutkan dengan tanggapan oleh Dinna Prapto Raharja, Ph. D selaku associate professor di BINUS dan Abdullah Zulkifli, S.T., M.Si. selaku Asdep Kerja Sama ASEAN Kemenko Polhukam. Webinar berakhir pada pukul 12.45 WIB dan telah diunggah di kanal YouTube ASEAN Studies Center UGM. (/tr)