Membedah Dampak Pandemi terhadap Usaha Konveksi di Mlati

Yogyakarta, 27 Juli 2020—Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) FISIPOL UGM mengadakan serial diskusi untuk yang pertama pada Senin (27/7). Diskusi pertama ini bertajuk “Pemetaan Kerentanan dan Ketahanan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesantren”. Diskusi menghadirkan dua pembicara dari Tim Peneliti PkM yaitu Lugman Nul Hakim dan Mustaghfiroh Rahayu. Pembicara lain dalam diskusi ini yaitu Ahsan Salim, pelaku usaha konveksi rumahan di Mlangi dan Muhammad Mustafied, pengasuh Pondok Pesantren PPIM Aswaja Nusantara, Mlangi. Melalui platform Webex, Rully Mufarika sebagai moderator memulai diskusi ini pada pukul 10.00 WIB.

Diskusi dimulai dengan pemutara video singkat mengenai pandemi yang mempengaruhi produksi konveksi di Mlangi. Luqman kemudian menjelaskan mengapa penelitiannya bersama beberapa orang berfokus pada sektor konveksi yang sudah berjalan lama di wilayah Mlangi. Permasalahan sektor konveksi dianggap kompleks, Lugman menuturkan pandemi tidak hanya mempengaruhi proses distribusi tetapi juga produksi. Selain itu, dibanding sektor lain yang ada di Mlati, sektor konveksi dianggap paling signifikan terdampak pandemi. “Dibandingkan dengan sektor lain, sektor ini yang paling terdampak secara ekonomi karena 90 persen pasarnya tergantung pada pariwisata,” tutur Luqman.

Rahayu melanjutkan dengan memaparkan tantangan-tantangan yang dihadapi sektor konveksi berdasarkan penelitiannya selama satu setengah bulan di Mlati. Tantangan pertama yaitu tidak ada kepastian kapan pandemi akan berakhir, hal ini menyebabkan pelaku usaha kecil di sektor konveksi makin rentan secara sosial dan ekonomi. Kedua, kompleksitas rantai produksi distribusi konveksi Mlangi tergantung  pada sektor pariwisata. Ketiga, tidak adanya pemetaan komprehensif yang dilakukan pemerintah mengenai dampak pandemi pada ekonomi kecil dan informal. Keempat, para pengusaha di Mlangi bekerja di rumah masing-masing, karakternya relatif informal dalam skala keluarga serta tidak membutuhkan modal besar.

Berdasarkan tantangan tersebut, Rahayu mengemukakan ada dua rekomendasi yang dikeluarkan olehnya dan tim, yaitu rekomendasi jangka pendek dan jangka panjang. Rekomendasi jangka pendek yaitu reorientasi produksi dan pelatihan serta mentoring ekonomi digital. Selain itu juga diperlukan kajian pembukaan sektor pariwisata yang strategis dan aman serta mengalokasikan anggaran untuk penanganan COVID-19 terkait dampak sosial ekonominya di masyarakat.

Rahayu juga memaparkan beberapa poin rekomendasi jangka panjang, yaitu perlu adanya transformasi ekonomi paska pandemi. Tidak hanya itu, perlu juga membangun sinergi lintas sektor secara horizontal dalam Usaha Kecil Menengah dan ekonomi pariwisata. Selain itu juga diperlukan pemberdayaan dan fasilitasi pemasaran. “Dua hal ini bisa dilakukan pada generasi penerusnya, pada anak-anak para pengusaha konveksi,” imbuh Rahayu.

Melengkapi hasil pemaparan riset, Ahsan Salim menjelaskan mengenai kondisi di lapangan. Salah satu pengusaha konveksi di Mlangi ini, menyebutkan kondisi konveksi di Mlangi bisa dilihat seperti di Malioboro. “Ketika Malioboro tutup, maka proses produksi dan distribusi di Mlangi juga tutup,” tutur Ahsan.

Ahsan juga menyebutkan, dampak pandemi terhadap produksi konveksi tidak hanya berhenti, ada beberapa pengusaha yang berlaih ke sektor lain misal membuat masker. Meskipun begitu, ia menyebutkan hasil pendapatan ini tidak dapat menutup biaya produksi seperti sebelum pandemi. Selain itu, Ahsan juga mengakui perputaran aset juga jatuh. “Kalau tidak disuntik menjual aset lain misal tanah dan mobil, maka usaha susah bangkit lagi,” akunya.

Menambahkan pembicara sebelumnya, Mustafid mengemukakan beberapa hal yang perlu ditandai oleh para peneliti. Ia menyebutkan terjadinya diskontunitas usaha konveksi di Mlangi. Hal ini nampak dari banyak anak yang tidak meneruskan usaha orang tuanya yang memiliki konveksi. Selain itu, Mustafid juga menuturkan usaha konveksi di Mlangi masih dikelola dengan cara-cara tradisional.

Mustafid mengakui bahwa kemampuan teknis masyarakat Mlangi luar biasa dalam di sektor konveksi. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan adanya inovasi desain. “Belum ada desain konveksi yang menjadi trendsetter, istilahnya hanya mencontoh, tidak membuat desain terlebih dahulu,” ungkapnya.

Dari segi pertalian dengan pesantren, Mustafid menyebutkan bahwa dulu antara masyarakat dan pesantren memiliki kolaborasi ekonomi yang kuat. Hal ini karena mayoritas santri di Mlangi menjadi pegawai dan mendapat penghasilan dari bekerja di konveksi. Mustafid mengakui ini sudah mulai terpisah belakangan ini. Ia menyebutkan pegawai konveksi bukan dari santri, tetapi dari outsourcing masyarakat luar Mlangi. “Mestinya harus disambungkan kembali, sebab pesantren mendidik santri yang mandiri dan punya keterampilan, sehingga ketika pulang punya kemampuan,” imbuh Mustafid. (/anf)