
Yogyakarta, 10 September 2025─Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan stadium general bertajuk “Hegemoni Platform Digital dan Premis-Premis Baru Arsitektur Komunikasi Kontemporer” di Auditorium Lantai 4 FISIPOL UGM. Acara ini menghadirkan Janoe Arijanto, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), sebagai pembicara utama dengan Benyamin Imanuel Silalahi, mahasiswa doktoral Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, sebagai moderator.
Dalam paparannya, Janoe menekankan bahwa industri komunikasi saat ini berada dalam dominasi platform digital global seperti Google, META, dan TikTok. Menurut Janoe, pada tahun 2021, sekitar 75 persen belanja komunikasi atau iklan di Indonesia dialokasikan pada tiga platform tersebut. Kondisi ini membuat hampir semua saluran komunikasi masyarakat modern melewati kendali mereka.
“Dunia komunikasi semakin matematis, semakin cybernetics. Sayangnya, kita tidak punya data yang sangat kuat mengenai siapa audiens kita secara real-time. Data itu sepenuhnya dikuasai oleh para raksasa platform,” ujar Janoe dalam pemaparannya.
Ia menekankan, pemerintah Indonesia sejauh ini hanya memiliki data demografis berupa jumlah dan distribusi penduduk. Namun, data perilaku (behavioral data) masyarakat Indonesia sepenuhnya berada dalam genggaman perusahaan teknologi global. Ketimpangan data ini, menurutnya, menciptakan apa yang disebut sebagai asimetris epistemik, yaitu perbedaan mendasar dalam akses dan penguasaan pengetahuan.
Janoe merinci ada tiga persoalan besar yang lahir dari dominasi platform digital. Pertama, data extractivism, atau eksploitasi data yang terus-menerus dilakukan melalui kesediaan masyarakat untuk membagikan informasi pribadi. Kedua, epistemic asymmetry, di mana platform global menguasai data perilaku masyarakat Indonesia sementara pemerintah dan industri lokal tidak. Ketiga, algoritmic dependency, yaitu ketergantungan tinggi terhadap algoritma yang dirancang oleh perusahaan teknologi global.
Kondisi ini menurut Janoe membuat media dalam negeri kehilangan kedekatan langsung dengan audiensnya. “Media-media dalam negeri pun menggunakan platform untuk mengetahui perilaku audiens mereka. Ini menunjukkan adanya jarak atau detachment antara media dengan audiensnya. Lebih mengkhawatirkan lagi, media sangat bergantung pada model indeksasi algoritma platform besar,” jelas Janoe.
Dominasi platform global atas data dan algoritma menunjukkan bahwa Indonesia perlu membangun infrastruktur data nasional yang tangguh. Melalui stadium general ini, Magister Ilmu Komunikasi UGM mendorong mahasiswa, akademisi, dan praktisi komunikasi untuk kritis terhadap realitas komunikasi kontemporer, sekaligus mencari strategi dalam menghadapi dominasi platform digital. Hal ini turut menjadi upaya untuk mendorong inovasi komunikasi digital lokal agar tidak sekadar menjadi pengguna, melainkan juga pengelola pengetahuan dan teknologi. (/noor)