Menilik Krisis Kesetaraan Pendidikan pada Era Pandemi dalam Visitasi Daring Organization of Humanity

Yogyakarta, 18 April 2021━Sudah satu tahun lebih sejak kebijakan pembelajaran jarak jauh dan belajar dari rumah diterapkan. Sayangnya, kebijakan yang diterapkan guna menekan laju penyebaran COVID-19 ini masih mengalami berbagai ketimpangan dalam implementasinya. Ketimpangan ini pun hadir dan berdampak pada berbagai sektor, seperti sektor digital dan ekonomi. Fenomena krisis kesetaraan inilah yang berusaha dibahas secara lebih komprehensif dalam visitasi daring yang diselenggarakan oleh Organization of Humanity FISIPOL UGM pada Minggu (18/04). Bekerjasama dengan BRIWork FISIPOL UGM, visitasi bertajuk “Krisis Kesetaraan Pendidikan di Era Pandemi” ini menghadirkan Florischa Ayu Tresnatri, Quantitative Researcher for the RISE Programme, dan Fajar Cahyono, Research Assistant CfDS, sebagai narasumber.

Dengan latar belakangnya masing-masing, kedua narasumber membahas fenomena krisis kesetaraan pendidikan di era pandemi COVID-19 dari sudut pandang yang berbeda. Fajar, sebagai narasumber pertama, membahas fenomena tersebut dari ranah digital. Fajar menjelaskan bahwa Program Belajar dari Rumah tentu sangat berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur digital. Dan, infrastruktur digital tidak hanya terkait dengan kepemilikan ponsel saja, tetapi juga terkait dengan koneksi internet yang stabil dan kepemilikan laptop. Sayangnya, ketimpangan dari infrastruktur digital ini bahkan tidak hanya terjadi di daerah-daerah terpencil, tetapi juga terjadi di kota-kota besar.

“Infrastruktur digital juga berkaitan dengan keterampilan digital,” jelas Fajar. Keterampilan digital yang baik adalah kondisi ketika individu mampu membuat, menangkap informasi, dan mengkomunikasikan pesan sesuai dengan etika, aturan, dan apa yang diminta. Namun, kenyataannya, tidak semua orang yang mampu menggunakan internet memiliki keterampilan digital yang baik. Fajar pun menambahkan bahwa keterampilan digital ini erat kaitannya aspek usia, generasi, juga ketimpangan ekonomi dan sosial.

Narasumber berikutnya, Icha, memaparkan temuan dari hasil penelitian yang ia dan tim RISE Programme lakukan. Hasil penelitian yang menyasar guru-guru di berbagai wilayah di Indonesia ini menunjukkan bahwa ada berbagai faktor dari tiga aktor penting dalam pembelajaran jarak jauh━orang tua, guru, dan sekolah━yang  memengaruhi praktik dan implementasi pembelajaran jarak jauh.Tidak sampai di situ, Icha juga memaparkan mengenai dampak implementasi Program Belajar dari Rumah yang justru memengaruhi ketimpangan dalam kegiatan belajar mengajar, juga mengenai dampak penutupan sekolah bagi para murid.

Tentu saja, kedua narasumber, baik Fajar maupun Icha juga memberikan beberapa saran dan rekomendasi yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk mendorong kesetaraan pendidikan dari ranah digital. Juga, para peserta visitasi diberikan kesempatan oleh moderator, Adzkiya Yeza, untuk mengajukan pertanyaan dalam sesi tanya jawab. Acara pun diakhiri dengan sesi foto bersama. (/hfz)