Menyelami Kiat Menulis Karya Ilmiah bersama SRCC FISIPOL UGM

Yogyakarta, 5 Maret 2020—Student Research and Creative Corner (SRCC) FISIPOL UGM mengadakan kelas kepenulisan yang membahas mengenai riset ilmiah. Kelas yang berlangsung di Gedung BA 205 FISIPOL UGM tersebut diisi oleh Tauchid Komara Yudha, penulis jurnal internasional, suara mahasiswa, dan republika. Bersama Yudha, topik diskusi sore itu membahas mengenai bagaimana mind set penulis harus dibangun, khususnya dalam menulis karya ilmiah di bidang sosial.

SRCC sendiri merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di FISIPOL UGM. SRCC memiliki fokus kegiatan peningkatan kemampuan kepenulisan, bernalar, dan kompetisi. “Awal terbentuknya dilatarbelakangi oleh ketiadaan wadah bagi mahasiswa untuk konsolidasi pekan kreativitas mahasiswa tingkat fakultas,” jelas Riza Nur Pratama, salah satu pengurus SRCC. Ia juga menjelaskan bahwa kelas ini merupakan kelas pertama di tahun 2020. Namun, ke depannya SRCC akan terus berusaha menjadikan kelas sejenis sebagai program bulanan.

Mengawali penjelasannya, Yudha memberikan motivasi kepada peserta agar jangan takut untuk menulis jurnal. “Mitos bahwa jurnal internasional itu hanya bisa ditulis oleh professor itu salah besar,” imbuh Yudha. Menurutnya, semua orang memiliki kesempatan yang sama, asalkan tulisan mereka memang benar-benar berkualitas. Kualitas tersebut berkaitan erat dengan mind set penulis dalam menulis karya ilmiah tersebut.

Yudha menuturkan bahwa sebagian besar permasalahan penulis Indonesia adalah terlalu lokal dalam menulis. Menurutnya sebelum menulis, penulis harus memilki pemikiran yang global. “Boleh kita mengambil studi kasus kecil, namun bagaimana studi kasus itu bisa merepresentasikan keadaan global,” jelasnya. Pemikiran yang global tersebut juga sebagai solusi dari apa yang dianggap penulis menarik belum tentu menarik juga bagi orang lain.

Selanjutnya Yudha membahas mengenai pentingnya justifikasi dalam menulis sebuah kasus. Justifikasi tersebut mengenai alasan penulis dalam memilih sebuah kasus. Menurutnya, menarik secara subjektif itu penting agar penulis dapat mengeksplorasi lebih lanjut. “Tetapi ketika kita berbicara soal karya ilmiah, ketertarikan subjektif saja tidak cukup,” tegasnya. Sehingga, kasus yang ditulis harus dapat merepesentasikan sesuatu yang bersifat global, karena penulis juga harus memperhatikan pemikiran pembacanya.

Tidak kalah penting dari itu, Yudha menjelaskan mengenai pentingnya memperhatikan isi pendahuluan dalam karya ilmiah. Menurutnya, pendahuluan yang baik adalah pendahuluan yang straight to the point, dalam artian dapat menjelaskan tujuan penelitian secara langsung. “Setelah itu, baru jelaskan alasan kenapa memilih kasus tersebut, apa urgensinya, baru setelahnya research,” tuturnya. Hal tersebut Yudha jelaskan agar apa yang dipikirkan penulis tidak terlepas dari pengalaman-pengalaman orang lain yang bersifat historis.

Yudha melanjutkan, bahwa yang paling penting dari sebuah latar belakang yaitu yakinkan bahwa apa yang ditulis memiliki kontribusi ilmiah dan keterbaharuan terhadap studi terkait. Selain itu, kasus yang diangkat seharusnya dapat merefleksikan bidang keilmuan yang diampu oleh penulis. “Editor jurnal itu memperhatikan keduanya, kontribusi dan keterbaharuan,” jelasnya. Sehingga, Yudha menyarankan agar penulis dapat fokus pada bidang keilmuan tertentu.

“Kebenaran itu adalah kebohongan yang konsisten,” tutur Yudha menjelaskan mengenai bagaimana penelitian barat menjadi rujukan bagi mahasiswa. Ia menjelaskan bahwa sesuatu yang dipublikasikan secara berulang-ulang akan diakui menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya. Sehingga, teori barat menjadi rujukan karena publikasinya dapat konsisten.

Selain itu, tidak kalah penting juga bahwa penulis harus mengetahui apakah studi mereka baru atau tidak. Penulis harus dapat mereview studi. Menurut Yudha, seorang penulis tidak perlu mereview detail dan rinci. Review yang baik yaitu menulis dengan data yang sama, namun cara pandang yang berbeda. Sehingga menurunya, penulis harus bisa memahami data, dan menganalisis sebab akibatnya. “Jangan asumtif dalam menulis, yang ada nanti hasilnya akan menduga-duga,” pungkasnya. (/Ann)