MPR RI dan Fisipol UGM Gelar FGD Bahas Upaya Perkuat Sistem Demokrasi Indonesia

Yogyakarta, 2 Juli 2024─Transisi demokrasi di Indonesia sempat mendapat sorotan global akan keberhasilannya dalam mendorong perubahan konstitusional tanpa adanya disintegrasi nasional. Namun, seiring berjalannya waktu, perangkat demokrasi yang semula berjalan sesuai dengan koridor konstitusi mulai mendapati tantangan besarnya. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang telah melahirkan perubahan mendasar terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mencoba bergerak mengatasi hal itu. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai salah satu aktor akademis mendukung penuh upaya tersebut melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) pada Selasa (2/7), bertempat di Merapi Room Hotel Kimaya.

FGD ini berfokus membahas mengenai penguatan sistem demokrasi di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan problema konstitusi yang sedang dihadapi.

“Pemilu 2024 kemarin dianggap banyak orang sebagai Pemilu yang paling brutal. Banyak terjadi  praktik-praktik penyalahgunaan, mulai dari penegak hukum, KPK, penyelenggara negara, termasuk penyelenggara konstitusi. Ini semua perlu kita kaji secara mendalam untuk bisa memutuskan bentuk sistem demokrasi ke depan yang jauh lebih sehat, efektif dan betul-betul menghormati hukum dan mampu mendorong partisipasi publik yang jauh lebih baik dan tidak mudah diintervensi oleh kekuasaan,” papar Drs. Djarot Saiful Hidayat, M.S., selaku Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI.

Pada banyak negara, demokrasi kerap menunjukkan proses penciptaan totalitarian dengan menggunakan instrumen demokrasi yang legal dan konstitusional. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pemimpin hasil pemilu yang melalui mekanisme demokrasi tetapi justru menjalankan politik diktatoriat dalam prosesnya dengan menghapus pembatasan kekuasaan. Hal ini menjadi bukti bahwa demokrasi dapat terancam melalui tindakan-tindakan yang sebenarnya legal dan konstitusional, namun justru memberangus demokrasi.

Dr. Wawan Mas’udi, Dekan FISIPOL UGM, menyampaikan, “Memang ada kecenderungan di dunia, demokrasi yang mengalami side back seringkali memang dilahirkan oleh pemimpin pemimpin populis. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pola-pola populisme yang sempat dan sudah terbentuk di Indonesia dapat bergeser ke arah otoritarianisme. Ini yang kita harus hati-hati.”

Dalam perjalanannya, demokrasi perlu terus dihidupkan melalui upaya pelembagaan demokrasi yang disertai dengan proses demokratisasi yang berlangsung terus menerus. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah agar demokrasi tidak kehilangan rohnya dan berubah menjadi sebatas instrumen belaka.

Spesifik perihal hal itu, diskusi berlangsung bersama dengan empat pakar politik, yakni Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si., Dr. Nurhadi Susanto, S.H., M.Hum., Muhadi Sugiono, M.A., dan Andy Omara, S.H., M.Pub&Int.Law., Ph.D., serta dihadiri oleh anggota dan staff Badan Pengkajian MPR RI.

Penyelenggaraan FGD ini diharapkan dapat menghimpun rekomendasi serta masukan-masukan yang komprehensif dan holistik untuk merumuskan formulasi sistem ketatanegaraan Indonesia yang demokratis di kedepannya.