Pasar Rakyat Hadapi Proses Adaptasi Inovasi dan Tantangan Menuju Digitalisasi Pasar di Tengah Pandemi

Yogyakarta, 5 Juli 2020—Serial diskusi dalam perhelatan Ngopi (Ngobrol Pagi) #4 kembali digelar pada hari Minggu, melalui ruang virtual. Kali ini dengan mengangkat tiga isu yakni Pandemi, Penguatan Kelembagaan, dan Pengembangan Inovasi Daring Pasar Rakyat, Departemen Ilmu Komunikasi mendatangkan narasumber Ngopi, mulai dari Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si. (Dosen PSDK Fisipol UGM), Rindu Sanubari Mashita Firdaus, S.I.P., M.Sc. (Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM), dan Achniah Damayanti, S.I.P., M.Sc. (Dosen Ilkom Fisipol ugm).

Jalannya diskusi yang menghabiskan waktu sekitar dua jam ini memberikan banyak penggambaran, utamanya terkait eksistensi pasar rakyat di masa pandemi yang dihadapkan dengan adanya suatu proses untuk melakukan adaptasi inovasi sekaligus tantangan untuk melakukan shifting membentuk pasar virtual (daring atau digitalisasi).

Mengawali Ngobrol Pagi #4 ini, Hempri Suyatna menyampaikan sebuah intermezzo bahwasanya pasar rakyat telah menjadi bagian penting dari sumber perekonomian rakyat. Pada umumnya, pasar rakyat merupakan sebuah istilah pengganti atas pasar tradisional. Dalam masa pandemi ini, stigmatisasi terhadap pasar rakyat cukup berpengaruh terhadap eksistensi pasar itu sendiri. Pasalnya, pasar dianggap sebagai tempat dimana penyebaran covid-19 dapat terjadi secara masif. Mengingat, awal penyebaran terjadinya virus korona itu sendiri berasal dari salah satu pasar hewan yang berada di Wuhan, China. Akibatnya, stigmatisasi terhadap aktivitas yang dilakukan di pasar rakyat ini berujung pada munculnya berbagai dampak dan tantangan yang ditimbulkan, misalnya dampak utama yakni terjadinya penurunan omzet pedagang lantaran pembeli atau konsumen mulai mengurangi pembelian secara fisik di pasar. Pasar rakyat juga dihadapkan dengan adanya tantangan, dimana sebagian besar pedagang belum memahami protokol kesehatan pencegahan korona.

Berkaitan dengan hal tersebut, narasumber kedua yakni Rindu Sanubari juga turut menindaklanjuti pembahasan terkait tantangan yang dihadapi oleh pasar rakyat sebelum berlangsungnya pandemi pun juga telah mengalami upaya revitalisasi pembangunan yang justru malah memunculkan persoalan baru. Dimana hal ini terjadi sebab revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah cenderung lebih memprioritaskan pembangunan berbasis fisik tanpa memerhatikan keterlibatan pedagang-pedagang yang berjualan di pasar. Dominasi revitalisasi inilah yang kemudian menstimulus terjadinya sebuah gubrakan dimana harus diupayakan sebuah penguatan kelembagaan kooperatif yang melibatkan pedagang di dalamnya untuk turut serta dalam pengelolaan pasar rakyat. Kepada audiens, Rindu juga turut menyampaikan bahwasanya dalam melakukan penguatan kelambagaan yang hendak melibatkan pedagang diperlukan sebuah penguatan kapasitas, misalnya dengan mengikutsertakan pedagang dalam sekolah pasar. Dengan tujuan agar masing-masing pedagang dapat meningkatkan kompetensi kapasitasnya saat hendak melibatkan diri dalam upaya pengelolaan pasar. Selain itu, Rindu juga memaparkan bahwasanya penguatan kelembagaan secara kolektif ini didasari untuk memberdayakan warga pasar.

Adapun upaya penguatan kelembagaan di pasar baik dalam bentuk adanya paguyuban atau koperasi akan pula tetap berhadapan dengan tantangan dan peluang. Merunut pada Rindu, pasar rakyat di masa pandemi ini akan dihadapkan dengan tantangan dalam mengatasi permasalahan teknis sebab masa pandemi ini mengharuskan adanya pembatasan pertemuan secara fisik antar pembeli dan penjual. Kedua, pasar rakyat juga memiliki peluang stimulasi untuk bergerak maju sebab di tengah krisis seperti ini, pedagang dihadapkan dengan situasi yang membuat masing-masing individu untuk dapat beradaptasi dan bertahan. Pada akhirnya, tantangan dan peluang yang berpengaruh di masa pandemi ini akan membawa pasar rakyat untuk segera melakukan suatu proses untuk mengadopsi inovasi dengan tujuan agar tetap survive dalam kukungan masa krisis.

Bagi Achniah Damayanti, dalam melaksanakan proses mengadopsi inovasi yang digambarkan sebagai sebuah siklus, pasar akan berinovasi dengan melakukan tahapan perencanaan strategis yang diawali dengan persepsi atas masalah, analisis faktor internal dan eksternal, perencanaan dan implementasi, dan diakhiri dengan melakukan proses evaluasi. Dengan memberikan contoh konkret dari pengembangan pasar daring, Achniah memberikan beberapat tahapan proses adaptasi inovasi yang dilakukan oleh online platform bernama Pasar Sambilegi.id yang dibentuk sebagai respon adanya shifting dari pasar fisik menuju pasar virtual. Pertama, Pasar Sambilegi.id dalam tahapan menentukan persepsi masalah telah mencatat beberapa poin yang menjadi dasar atas pembentukannya, yakni volume perdagangan yang turun, omzet yang juga menurun, dan resiko penularan di pasar fisik. Lalu, dari tahapan analisis internal, terdapat kegiatan jual beli yang diinisiasi melalui WhatsApp, ragam tingkat literasi digital, dan antusiasme atas ide revitalisasi pasar.

Ditambah dari sisi analisis eksternal, terdapat adanya upaya pemerintah dalam menggagas roadmap digitalisasi pasar, program pemberdayaan komunitas, dan adanya keberadaan berbagai platform e-commerce. Serta tak kalah pentingnya, Achniah juga menjelaskan bahwasanya dalam melakukan perencanaan implementasi, Pasar Sambilegi.id sebagai rintisan atas adanya platform e-commerce pasar daring hendak menerapkan prinsip inklusif, berkeadilan, menyasar target konsumen baru, memanfaatkan modal sosial, hingga akan berkolaborasi dengan pemerintah ataupun industri sebagai upaya untuk memperkuat suprastruktur dan infrastruktur. Secara keseluruhan, adanya pandemi ini menstimulus pasar rakyat untuk dapat beradaptasi dengan salah satunya shifting menuju konsep belanja online yang tentunya dengan tetap menyiapkan sumber daya manusia yang melek teknolgi, kelembagaan pasar yang kuat, serta tetap mengutamakan sistem belanja online yang berkeadilan (/Adn).