Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, FISIPOL Crisis Center, dan Ruang Aman bagi Para Mahasiswa Magang

Pada 3 September 2021 lalu, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi resmi diundangkan. Peraturan ini dipandang sebagai pintu awal kemenangan para penyintas kekerasan seksual di lingkungan kampus sebab memberikan sudut pandang yang komprehensif dan berpihak pada para penyintas. Mulai dari definisi kekerasan seksual yang menyoroti ketimpangan kuasa sebagai penyebab utama dari kasus kekerasan seksual, memiliki jaminan hak untuk korban tanpa terkecuali dalam prinsip penanganan kekerasan seksual, turut memasukkan kekerasan seksual verbal hingga KBGO dalam bentuk-bentuk kekerasan seksual, hingga perintah untuk pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.

Permendikbud ini juga tidak terbatas mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dilaksanakan di dalam lingkungan kampus saja. Lebih dari itu, pada Bab 1 Pasal 2, Permendikbud ini menyebutkan bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini juga perlu ditegakkan terkait dengan pelaksanaan Tridharma di luar kampus. Sebagaimana yang selama ini selalu digaungkan, Tridharma Perguruan Tinggi ini merujuk pada kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Mengacu pada pasal tersebut, selanjutnya pada Bab 1 Pasal 4, Permendikbud memasukkan kategori “masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma” sebagai salah satu sasaran  pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang diundangkan.

Meski tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi adanya Permendikbud ini juga diharapkan bisa mengurangi kasus kekerasan seksual yang menimpa para mahasiswa di tempat magang. Melihat hasil riset yang diterbitkan oleh Never Okay Project pada akhir 2020 lalu, walaupun tidak merujuk secara langsung pada kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa magang, riset bertajuk “PSBB ‘Pelecehan Seksual Bukan Bercanda’: Data Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Dunia Kerja Tahun 2018-2020” ini mengonfirmasi adanya ketimpangan relasi kuasa antara korban dan pelaku. Bukan hanya ketimpangan relasi gender, tetapi juga relasi berdasarkan posisi dan jabatan. Hal ini tentu menjadi ancaman tersendiri bagi mahasiswa magang yang pada kebanyakan kesempatan, ditempatkan pada ‘hierarki’ terendah dalam struktur pekerjaan di suatu perusahaan.

Oleh sebab itu, FISIPOL Crisis Center sebagai unit yang dibentuk guna menangani dan mencegah kasus kekerasan seksual di lingkungan atau kalangan sivitas akademika FISIPOL UGM, juga membuka layanan bagi para mahasiswa jika mengalami kekerasan seksual di tempat magang. FISIPOL Crisis Center memang dibentuk lebih dahulu dibandingkan dengan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, tepatnya rilis resmi pada Februari 2021. Namun, semangat keberpihakan pada penyintas yang dipegang oleh FISIPOL Crisis Center sama dengan apa yang diundangkan dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Arie Eka Junia dari Divisi Pelaporan dan Penanganan FISIPOL Crisis Center pada Senin (25/10), dibentuknya FISIPOL Crisis Center di bawah Career Development Center justru memberikan beberapa manfaat bagi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan atau kalangan mahasiswa FISIPOL, termasuk di tempat magang. Adanya layanan pendampingan psikologis dari Career Development Center memudahkan FISIPOL Crisis Center untuk memberikan bantuan pemulihan bagi para penyintas yang melapor. Selain itu, rekrutmen yang disebarkan oleh Career Development Center pun mulai mensyaratkan para pelamar tidak memiliki riwayat sebagai pelaku kekerasan seksual. FISIPOL Crisis Center melalui Career Development Center juga memberikan pelatihan bagi para calon mahasiswa magang untuk mensosialisasikan kesadaran akan tindak kekerasan seksual yang bisa terjadi di berbagai lingkungan, dengan harapan para mahasiswa terhindar dari menjadi pelaku dan sadar langkah-langkah penanganan kekerasan seksual jika menjadi korban.

“FISIPOL Crisis Center memang tidak mengkhususkan diri untuk kasus kekerasan seksual di bagian karier saja, sebab FISIPOL Crisis Center tidak mengkotak-kotakkan lokasi dan waktu kejadian kekerasan seksual. Sehingga, korban yang mengalami kekerasan seksual di mana pun, baik itu di kampus, di tempat magang, bahkan di lingkungan kos sekalipun, bisa melapor ke FISIPOL Crisis Center,” ungkap Arie dalam wawancaranya dengan Tim Media FISIPOL.

Sayangnya, universalitas yang diungkapkan dalam Buku Panduan FISIPOL Crisis Center ini justru membuat mahasiswa kurang menyadari bahwa layanan FISIPOL Crisis Center juga terbuka untuk kasus-kasus kekerasan seksual di luar lingkungan kampus, seperti tempat magang. Salah seorang mahasiswa FISIPOL yang tengah menjalani magang di suatu institusi mengungkapkan kepada Tim Media FISIPOL dalam wawancara pada hari Rabu (27/10), bahwa dirinya hanya mengetahui FISIPOL Crisis Center sebagai sebuah unit yang membantu  penyintas kekerasan seksual dari kalangan mahasiswa atau sivitas akademika FISIPOL lainnya. Ia tidak secara spesifik mengetahui bahwa layanan FISIPOL Crisis Center bisa diakses untuk kasus-kasus kekerasan seksual di luar lingkungan FISIPOL, termasuk kasus yang menimpa di tempat magang.

Arie menjelaskan bahwa siapa pun, bahkan mahasiswa di luar FISIPOL pun memiliki kesempatan yang sama untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpanya. Laporan ini pun akan diproses dengan menyesuaikan kebutuhan penyintas terkait, apakah cukup dengan pemulihan, atau ingin menuntut sanksi untuk pelaku. Di sinilah, prosedur penanganan yang ditempuh oleh FISIPOL Crisis Center akan berbeda-beda, menyesuaikan dengan latar belakang subjek yang berkaitan. Dalam konteks kekerasan seksual di tempat magang, jika penyintas menginginkan tindak lanjut lebih dari pemulihan, FISIPOL Crisis Center tentu akan menghubungi perusahaan terkait.

Berdasarkan cerita Arie, hingga saat ini, FISIPOL Crisis Center memang belum pernah menerima laporan tentang kekerasan seksual di tempat magang. Namun, Arie sudah memproyeksikan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh oleh FISIPOL Crisis Center jika mendapat laporan sejenis itu. Pertama, FISIPOL Crisis Center melalui Career Development Center tentu akan mengadakan komunikasi dengan perusahaan terkait untuk melihat respons mereka atas kasus kekerasan seksual yang terjadi. Jika instansi yang bersangkutan tidak berkomitmen dan bahkan mentolerir kasus kekerasan seksual yang terjadi, Arie menegaskan bahwa FISIPOL Crisis Center akan mengajukan ke Career Development Center untuk mempertimbangkan ulang kerja sama dan penyebaran lowongan magang atau kerja dari instansi tersebut.

Arie sendiri mengungkapkan bahwa FISIPOL Crisis Center sudah beberapa kali melakukan upaya-upaya sosialisasi untuk memperkenalkan diri sebagai sebuah unit penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di lingkungan FISIPOL UGM, seperti menyisipkan materi pada masa orientasi mahasiswa di tingkat fakultas (biasa dikenal dengan sebutan PPSMB Society), dan mempromosikan layanan FISIPOL Crisis Center pada acara-acara yang diselenggarakan dan/atau dihadiri. Asumsinya, melalui perilisan resmi pada Februari 2021 lalu, para mahasiswa setidaknya sudah mengetahui tentang keberadaan FISIPOL Crisis Center ini, sebut Arie.

Adanya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan unit-unit seperti FISIPOL Crisis Center tentu menjadi lampu hijau awal penegakan keadilan bagi para penyintas kasus kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Namun, itu saja juga tidak cukup. Masih diperlukan penyebaran informasi yang lebih luas, sehingga para penyintas bisa mengetahui bahwa kita semua bersama untuk menciptakan ruang aman baginya, baik yang di lingkungan kampus, maupun tidak. 

 

Tulisan ini adalah bagian dari Kelas Mahasiswa yang didukung oleh Citradaya Nita 2021 bekerja sama dengan Project Multatuli dan AJI Jakarta. (/hfz)