PSdK UGM Bersama Yayasan Save The Children Indonesia Soroti Pola Asuh Anak di Indonesia

Yogyakarta, 12 Mei 2023─Tingginya tingkat kelahiran di Indonesia menimbulkan pertanyaan besar mengenai pola asuh masyarakat. Masalah ini muncul karena adanya ketidakseimbangan antara peran ayah dan ibu dalam pengasuhan anak. Tata Sudrajat, Director of Evidence and Learning Yayasan Save The Children Indonesia memberikan tanggapannya dalam seri webinar Social Development Talks pada Jumat (12/5). Acara bertajuk “Pengasuhan Anak di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM ini menekankan bagaimana kondisi keluarga di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan anak. 

Sebagai agen sosialisasi dan pendidikan pertama anak, peran keluarga tentunya sangat menentukan bagaimana karakter anak tersebut di masa depan. Sayangnya, untuk membangun ekosistem keluarga yang ideal, mereka harus menghadapi banyak hambatan. Tak jarang juga, hambatan ini menjadikan anak sebagai korbannya. “Kita bisa melihat angka penelantaran, penjualan, bahkan pernikahan dini pada anak ini sangat memprihatinkan. Saat keluarga menghadapi berbagai masalah, khususnya kesejahteraan, anak seringkali menjadi korban,” tutur Tata.

Tata menjelaskan, problematika anak sebenarnya banyak disebabkan oleh disfungsi keluarga. “Disfungsi keluarga ini menyebabkan anak tidak mendapatkan peran yang dibutuhkan dalam perkembangannya. Kita bisa melihat, pada anak-anak yang memiliki disabilitas emosional, banyak orang tua yang tidak mampu melaksanakan perannya pada anak,” ungkap Tata. Bukan hanya tentang ketidaktahuan orang tua, disfungsi keluarga juga muncul karena kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya sejahtera. Kondisi rumah, sanitasi, hingga perilaku orang tua, bisa sangat memengaruhi kondisi ekosistem keluarga pada anak.

Badan Pusat Statistik Survey Modul Kependudukan pada tahun 2010 menyatakan, lebih dari 12.5 juta anak di bawah 15 tahun tidak hidup bersama orang tuanya. Jumlah tersebut dibagi lagi dalam beberapa persentase, yaitu 88% diasuh keluarga besar, 59% dengan kakek/nenek, dan 29% dengan kerabat lain. 

“Pertanyaannya adalah, apakah kakek nenek, terutama yang tidak mampu itu mendapat bantuan dari pemerintah. Saya pernah mendengar dari Kemensos, mereka mengatakan belum ada bantuan yang tertuju pada kakek nenek yang mengasuh anak,” tambah Tata. 

Kondisi minimnya kesejahteraan dan perhatian pemerintah ini dinilai cukup mengkhawatirkan jika dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan pengasuhan anak.

“Kalau ditanya, apa itu pengasuhan anak? Banyak yang menjawab, kasih sayang. Tidak salah sebenarnya, tapi itu tidak cukup. Oleh karena itu, Pasal 1 PP44 2017 menyatakan, adanya kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang melekat dan berkelanjutan juga dimasukkan dalam aspek pengasuhan,” ucap Tata. Ia juga menambahkan, pemenuhan peran ini mayoritas hanya dilakukan oleh ibu. Padahal, dukungan peran ayah justru sangat penting dalam memberikan pendidikan, perlindungan, dan kasih sayang pada anak. Tata berharap, masyarakat dan pemerintah bisa memberikan perhatian khusus terhadap isu pola pengasuhan anak di Indonesia ini. (/tsy)