
Yogyakarta, 1 Oktober 2025—Global Humanities Alliance Roundtable Forum resmi dibuka pada Selasa (30/9) bersama delapan universitas dunia, termasuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Sebagai salah satu pelopor berdirinya GHA, Fisipol UGM menjadi tuan rumah dalam pertemuan tahun ini yang diselenggarakan bersamaan dengan Dies Natalis Fisipol UGM ke-70.
Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi, S.IP., M.P.A., Ph.D. menyampaikan pentingnya membuka kesempatan berkarya di dunia internasional pada mahasiswa. Proses pembelajaran tidak bisa dibataskan hanya pada ruang-ruang kelas saja. Pemahaman akan berbagai bidang studi, khususnya sosial humaniora membutuhkan keterlibatan aspek kemasyarakat dan kultural yang bervariasi. Melalui inisiatif ini, diharapkan muncul ide-ide cemerlang dalam menjawab tantangan global. “Kita memang memiliki agenda untuk semakin engage dengan komunitas global, dan ini adalah salah satu strategi kita untuk memfasilitasi mahasiswa,” ucapnya.
Sejalan dengan itu, Associate Professor. Mitul Baruah dari Ashoka University juga menyampaikan bahwa kolaborasi global akan membantu mahasiswa dalam memahami situasi dan tantangan dunia masa kini. Era modernisasi telah membawa masyarakat pada tantangan dunia baru yang hadir bagi seluruh bidang keilmuan. Utamanya ketika membicarakan soal keberlanjutan dan perubahan iklim yang juga selaras dengan flagship riset Fisipol UGM.
Forum GHA dirintis oleh delapan universitas, yaitu Ashoka University (India), Mahidol University (Thailand), Pontificia Universidad Catolica de Chile (Chile), Universitas Gadjah Mada (Indonesia), University of Manchester (UK), University of Melbourne (Australia), University of Nairobi (Kenya), University of Toronto (Kanada). Berbekal misi memberikan kontribusi berdampak bagi isu-isu sosial dan kemanusiaan secara global, GHA ditujukan untuk melahirkan program-program pendidikan dan riset yang berbasis isu global.
Kolaborasi antar perguruan tinggi global dalam GHA bukan tanpa alasan. Disampaikan Prof. Jaqueline Dutton dari Melbourne University, forum dimaksudkan untuk menciptakan kerja sama dua arah. Perguruan tinggi yang dipilih untuk bergabung tidak hanya dinilai berdasarkan indeks kualitas angka saja, namun apakah mampu memberikan pembelajaran berbasis kekayaan pengetahuan dan kultural. “Forum ini sangat berarti bagi kita. Perbedaan latar belakang ini yang justru membuatnya menarik. Harapannya akan melahirkan banyak kerja sama formal yang mampu memperkaya riset pengetahuan,” ujarnya.
Program kerja sama dapat diimplementasikan ke dalam banyak progra, sepetri beasiswa atau pertukaran pelajar contohnya. Dr. Anne Kamau dari University of Naurobi menekankan pentingnya joint learning. Artinya kita tidak belajar secara individual, melainkan saling mempelajari satu sama lain. Assist. Prof. Narongdej Phantaphoommee dari Univeristy of Mahidol turut menyuarakan hal yang sama. Salah satu strategi untuk mengembangkan keilmuan adalah dengan memperluas kajian melalui kolaborasi lintas disipliner. “Kita melihat studi sosial humaniora berkembang sangat pesat. Hal ini dihasilkan dari terbukanya pintu-pintu sinergi penelitian antar disiplin untuk bisa berdampak,” katanya.
Aspek yang tak kalah penting adalah forum GHA memberikan manfaat besar bagi mahasiswa. Dijelaskan Prof. Mariana Mota Prado, University of Toronto telah membuktikan seberapa penting exposure internasional untuk mahasiswa. Saat ini program pembelajaran yang mereka lakukan sudah memiliki sistem yang beradaptasi dengan berbagai bahasa. Tentunya digunakan untuk memfasilitasi mahasiswa internasional. Lingkungan yang beragam mampu menciptakan ekosistem yang inklusif dan kesempatan berjejaring.
Selain Toronto, University of Manchester juga mengunggulkan program pertukaran pelajar yang mereka miliki. Menurut Prof. Angelia Wilson, kerja sama internasional membuktikan adanya nilai yang bisa dibagikan kepada sesama. “Dunia semakin banyak tantangan mengharuskan kita melakukan partnership. Ini bukan persaingan lagi. Kita harus bekerja sama untuk menghasilkan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.
GHA Roundtable Forum bergerak pada tiga isu utama, yakni kemanusiaan, keberlanjutan dan perubahan iklim, serta dekolonisasi ilmu pengetahuan. Tiga agenda penting ini memegang peran kunci dalam menghadapi dunia modern. Melalui kolaborasi ini, diharapkan tercipta masa depan yang inklusif, beragam, dan adaptif terhadap segala perubahan global.