Fenomena munculnya acara talkshow dalam layar televisi hari-hari ini sangat sering kita jumpai. Dulu, acara talkshow hanya memiliki fungsi menghibur. Hari ini acara talkshow justru digunakan untuk membawakan acara politik yang notabene memiliki bobot ‘tema berat’. Fenomena ini tak ubahnya merupakan tanda bahwa proses komunikasi politik sedang mengalami pergeseran. Ditambah lagi dengan semakin terbukanya ruang kebebasan dan daya dukung industri media massa pergeseran tersebut kian nampak. Fenomena penyatuan hal serius dan menghibur ̶ dalam hal ini menghadirkan isu politik serius namun dibahas dalam bentuk dan format hiburan ̶ menghadirkan anomali atas aspek manifestasi teks dan aspek representasi kepentingan pada waktu yang sama.
fisipol
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berlangsung selama dua periode (2004-2009, 2009-2014) merupakan bagian sejarah Indonesia yang tidak bisa dielakan. Dalam konteks sejarah, terutama sejarah demokrasi di Indonesia, Presiden Yudhoyono merupakan presiden pertama Indonesia yang dipilih lewat demokrasi langsung menggunakan sistem pemilu. Selain itu, Presiden Yudhoyono juga merupakan presiden pertama Indonesia yang mampu mempertahankan kekuasaanya selama dua periode berturut-turut. Keberhasilan kemimpinannya selama dua periode tersebut dinilai banyak kalangan lantaran mampu membawa Indonesia pada stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.
Kasus penyerangan warga Syiah di Sampang, Madura pada Minggu, 26 Agustus 2012 kemarin masih menyisakan tanda tanya. Kasus penyerangan tersebut menimbulkan pertanyaan : Di mana negara? Akibatnya, keberadaan negara yang dibayangkan sebagai sebuah institusi tersebut menjadi dipertanyakan kapasitasnya. Alih-alih melindungi warganya, negara malah dianggap ‘menyengsarakan’ dengan aksi pembiaran penyerangan warga pada kasus Syiah, di Sampang Madura. Wacana tersebut bermuara pada munculnya kondisi negara gagal bahkan negara lemah di Indonesia.
Hari Sabtu tanggal 6 Juni 2015 menjadi malam penting bagi Kota Yogyakarta. Bertempat di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan menyelenggarakan Grand Final Pemilihan Dimas Diajeng Kota Yogyakarta tahun 2015. Kegiatan pemilihan yang dilakukan setiap dua tahun sekali ini menampilkan 30 finalis Dimas Diajeng yang merupakan hasil seleksi dari sekitar 200 peserta di awal pendaftaran pada bulan Maret yang lalu. Malam penobatan tersebut juga diramaikan oleh berbagai penampilan duta wisata dari berbagai daerah di Indonesia seperti Malang, Denpasar, Surabaya, Boyolali, dan lain sebagainya. Pada acara tersebut, dua mahasiswa Fisipol UGM yaitu Gehan Ghofari (mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional) dan Bastian Widyatama (mahasiswa Jurusan Politik Pemerintahan) dinobatkan oleh dewan juri sebagai Dimas Kota Yogyakarta dan Wakil 1 Dimas Kota Yogyakarta.
Malam itu Taman Sansiro riuh. Beberapa kursi taman dijejer sedemikian rupa membentuk barisan menghadap sebuah layar putih di sebelah kiri dan panggung di sebelah kanan. Pada layar tersebut sedang berputar film. Film itu berjudul Setan Kredit yang dimainkan oleh legenda komedian Indonesia Warkop DKI. Film bergenre komedi Indonesia tahun 1982 ini setidaknya mampu membawa suasana sekaligus memori tahun-tahun itu pada dekade sekarang. Selain film tersebut, sebagai sebuah pembuka juga diputar beberapa commercial break milik stasiun televisi yang pernah menjadi ikon pada era 80-90an.
Terbiasa menonton acara petualangan di salah satu televisi swasta nasional membuat Yusrin Nur Fitriyani menyukai kegiatan outdoor seperti mendaki gunung. Hobinya itu bahkan sudah dilakoni sejak SMA. Gunung pertama yang ia taklukan adalah Merbabu.
Karena hobinya tersebut, saat kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, YUsrin bergabung dengan UKM pecinta alam, Setrajana. Di Setrajana, Yusrin semakin leluasa menyalurkan hobinya mendaki guung. Tercatat, beberapa gunung yang sudah ia daki, yakni GUnung Merapi, Merbabu, Lawu, Sumbing, Sindoro dan Semeru.
Pada tahun ini pada Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Sekelompok Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan inovasi yang sangat bermanfaat, yaitu menciptakan software analisis saham. Hal ini untuk mempermudah dalam melakukan analisis di Pasar Modal. Software ini bernama Sansac (Software Analisis Cerdas). Software ini menggunakan analisa Fundamental dan Teknikal.
Seperti yang dikatakan oleh ketua tim PKM Penerapan Teknologi Sansac “ Software ini diciptakan karena riset beliau selama 3tahun terjun di pasar modal. Dan kemudian di tawari mengikuti PKM Penerapan Teknologi dan diajak bekerja sama oleh salah mitra untuk pelakukan pembuatan software ini” ,Kamis 4 Juni 2015 di Kampus UGM. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar tim yang diketuai oleh Fuad Azhar Ibrahim dari Fakultas Teknik, dan beranggotakan Adiatma Kurniawan dari Fakultas Teknologi Pertanian, Azka Yahdiyani Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Ahmad Pilar Wishnu Pratam dari Sekolah Vokasi, Rian Adam Rajagede Fakultas Matematika dan IPA, dan dosen pembimbing Bapak Nazrul Effendy S.T., M.T., Ph.D. untuk membuat software ini.
Aktif di organisasi saat ini menjadi kesibukan Neisha Prabandari Kumalaningtyas. Cewek yang memiliki panggilan akrab Neisha ini. Neisha yang merupakan mahasiswi Hubungan Internasional UGM ini sejak masuk kuliah aktif di organisasi Korps Mahasiswa HI atau disingkat KOMAHI.
Selain itu, dirinya, juga aktif di Senat KM UGM, Komisi 3 Riset dan Aspirasi. Sedangkan, untuk organisasi ekstrakulikuler, Neisha terlibat aktif dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UGM.
Ia bercerita 2014 lalu merupakan tahun keberuntungannya. Dari 12000-an orang peserta seleksi latihan kepemimpinan selama dua tahun yang diadakan salah satu operator komunikasi besar di Indonesia, ia menjadi satu diantara 140 peserta yang terpilih se-Indonesia. “Enggak nyangka juga, bisa lolos seleksi waktu itu,” tutur Neisha.
Mandeknya prestasi sepak bola Indonesia hari-hari ini oleh beberapa pihak ditengarai merupakan kegagalan PSSI menjalankan tugasnya. Mulai dari adanya dualisme liga hingga dualisme kepemimpinan dalam tubuh PSSI sendiri adalah contoh terbaik bagi para pendukung argumen di atas. Kegagalan dalam melakukan pembinaan pemain, pelatih hingga official dinilai sebagai faktor utama dalam mandeknya prestasi sepakbola kita. Selain ribut-ribut soal elit di tubuh PSSI sendiri, pengelolaan tim-tim di Indonesia yang masih semrawut juga menjadi salah satu alasan sepakbola tak juga mencapai level yang membanggakan.
Tanggal 20 Mei lalu kita memperingati hari Kebangkitan Nasional. Tepat pada tanggal itu, 107 tahun sebelumnya, berdiri organisasi bernama Boedi Oetomo. Berdirinya Boedi Oetomo, yang juga menurut beberapa sejarahwan merupakan organisasi pertama di Indonesia, dijadikan sebagai titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme di Nusantara. Sayangnya, hari-hari ini ‘heroisme’ kebangkitan nasional tak lagi mulai tampak. Sisi seremonial tiap tanggal 20 Mei lebih banyak dirasakan daripada segi substansial.
Pendapat tersebut muncul dalam sebuah acara bertajuk Youthnesia: Care to Act Dare to Change pada Rabu (27/5) siang. Acara yang diselenggarakan di Taman Sansiro Fisipol ini mendatangkan tiga narasumber (penanggap) yakni, Dr. Najib Azca, MA, (Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Penelitian), Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe Letto), dan Adhitya Herwin (Mantan Ketua BEM KM UGM 2014).