Tiga Mahasiswa Fisipol UGM Berhasil Raih Juara di PIMNAS Ke-35

Yogyakarta, 8 Desember 2022Tiga mahasiswa Fisipol UGM menyumbang prestasi pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-35 yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang. Mahasiswa tersebut adalah Ubaidillah Hanif (Politik dan Pemerintahan 2020), Kartika Situmorang (Sosiologi 2019), dan Fariz Azhami Ahmad (Sosiologi 2020). Ketiganya memperoleh juara pada kategori Pekan Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH).

Ubaidillah atau biasa dipanggil Ubed, bersama tiga anggota tim lainnya, berhasil memperoleh Juara 1 Kelas Presentasi dan Juara 1 Kelas Poster. Mereka meneliti tentang “Counter-Hegemony Kearifan Lokal Bale Bayan Dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi di Tengah Hegemoni Modernisasi Pembangunan”.

“Penelitian kami mengkaji upaya masyarakat adat Suku Sasak Bayan, yang mana merupakan suku asli Lombok Utara, dalam meneguhkan kembali eksistensi kearifan lokal Bale Bayan atau rumah adat asli mereka,” ungkap Ubed.

Penelitian itu dilatarbelakangi oleh kejadian gempa di Lombok tahun 2018 yang mengancurkan rumah-rumah yang dibangun dengan konsep modern, tetapi tidak satupun rumah adat runtuh. Namun, pemerintah justru memberikan program rekonstruksi bantuan dengan membangun kembali rumah modern itu. Hal ini membuat eksistensi kearifan lokal Bale Bayan terancam sehingga memicu counter-hegemony dalam bentuk respons penolakan dari masyarakat adat Sasak Bayan.

Sedangkan, Fariz bersama empat anggota tim lainnya, berhasil meraih Juara 3 Kelas Poster dengan judul penelitian “Menelisik Falsafah Rumongso Melu Handarbeni pada Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat terhadap Loyalitas dalam Hubungan Kerja”.

Penelitian ini berusaha mengkaji keloyalitasan orang-orang “abdi dalem” yang memiliki gaji kecil namun tetap setia kepada Sultan dan DIY. Ditemukan bahwa mereka tidak hanya mengharapkan hal-hal yang bersifat materialisme, tetapi juga mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan spiritualisme, di mana mereka sudah merasa cukup dengan apa yang disebut “berkah”.

“Bahkan, sebenarnya gaji pokok mereka hanya dua sampai lima puluh ribu per bulan. Ya walaupun sekarang ada gaji tambahan setara UMR dari DIY yang turunnya sekitar 3-4 bulan sekali,” ungkap Fariz.

Sementara itu, Kartika bersama empat anggota tim lainnya, berhasil meraih Juara 3 Kelas Presentasi. Mereka meneliti tentang “Arat Sabulungan: Eksplorasi Konsep Penanganan Perubahan Iklim dan Konsumsi Sumber Daya Berkelanjutan pada Masyarakat Suku Mentawai”.

Arat Sabulungan merupakan sistem kepercayaan asli Suku Mentawai yang mengajarkan keseimbangan dunia fisik dan non-fisik dengan praktik menjaga alam. Kata “Arat” artinya adat, dan “Sabulungan” berasal dari kata ‘bulung’ yang artinya daun. Arat Sabulungan dijadikan sebagai falsafah hidup yang dilakukan secara turun-temurun. Riset ini berusaha mengkaji bahwa ajaran Arat Sabulungan telah mengakomodasi konsep pembangunan berkelanjutan.

“Penelitian ini melihat bahwa Arat Sabulungan sejalan dengan misi SDGs poin 12 yakni terkait dengan penggunaan sumber daya alam secara hati-hati dan secukupnya, tidak menggunakan bahan kimia secara berlebihan dan gaya hidup yang harmonis dengan alam. Dan juga SDGs poin 13 yakni terkait dengan upaya konservasi lingkungan,” tutur Kartika. (/WP)