
Yogyakarta, 9 September 2025—UGM kembali mengukuhkan Prof. Dr. Drs. Dafri Agussalim, M.A. sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Kepemimpinan Politik Global dan Diplomasi Hak Asasi Manusia (HAM) di ASEAN dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional.
Acara pengukuhan guru besar ini membawa pidato ilmiah dengan judul “Membangun dan Memperkuat Nasionalisme-Kosmopolitan Untuk Pemenuhan, Pemajuan, Penghormatan, dan Perlindungan Hak Asasi Manusia”. Dalam pidato ini, menyoroti pentingnya perlindungan HAM global yang menjadi tanggung jawab bersama terlepas dari batas-batas teritorial negara, kewarganegaraan, identitas sosial-ekonomi, atau atribut-atribut lain pada individu.
Prof. Dafri melihat isu HAM dengan berefleksi atas maraknya kasus pelanggaran HAM di tengah peradaban modern di dunia terutama di Indonesia. Pelanggaran HAM berat melalui aksi genosida marak terjadi di Asia dan Afrika, seperti genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina dan genosida terhadap suku Rohingya di Myanmar yang telah memakan korban puluhan juta jiwa.
Tidak terlupakan, sejarah juga masih mencatat pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum terselesaikan. Baik itu sebelum reformasi, seperti pada peristiwa 1965 dan banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAM di era Orde Baru, seperti Tragedi Trisakti, Peristiwa Semanggi I & 2, dsb. Pelanggaran HAM dalam bentuk lain juga dapat terjadi, khususnya ketika negara gagal memenuhi hak sosial, ekonomi, dan budaya warga yang sama-sama memicu pelanggaran hak-hak warga negara lainnya.
Dari latar belakang kasus tersebut, Prof. Dafri menawarkan pendekatan mazhab protes sebagai salah satu upaya dalam membangun dan memperkuat nasionalisme-kosmopolitan. Dalam pendekatan melalui mazhab protes, HAM dipandang sebagai hasil perjuangan dalam melawan ketidakadilan. Gerakan HAM tidak lahir begitu saja dari negara, melainkan juga berasal dari kekuatan moral warga dunia sekaligus merupakan bentuk kecintaan terhadap bangsa (nasionalisme) dan solidasitas atas kemanuisaan global (kosmopolitanisme) yang menjadi landasan penting penegakan HAM. Konsep nasionalisme-kosmopolitan telah digagas oleh Indonesia melalui Pancasila, sila ke-2 “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perlu digaris bawahi juga bahwa nasionalisme tidak dapat diartikan dalam pengertian sempit, seperti chauvinisme dan ultranasionalisme. Melainkan nasionalisme-kosmopolitan dilandasi atas moral dan etik yang kuat untuk memperjuangkan HAM. Sehingga figur pemimpin menjadi aktor yang berpengaruh dalam menegakkan HAM, baik dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Dengan demikian, penghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM merupakan bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan untuk terus mengadvokasikan hak-hak warga negara, seperti mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, menyediakan pendidikan, serta memperkuat perdamaian & keadilan.