Yogyakarta, 16 Mei 2024—Perkembangan teknologi merupakan satu hal yang tidak dapat dihindari. Digital disruption atau perubahan yang disebabkan oleh digitalisasi telah menimbulkan banyak isu nasional di Indonesia, khususnya di bidang ketenagakerjaan. Urgensi penanganan digitalisasi ini disampaikan oleh Widyawan, S.T., M.Sc., Ph.D., Dosen Teknik Elektro UGM dan Dr. Nurhadi Susanto, S.H., M.Hum., Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan Sumberdaya Manusia Fisipol UGM sekaligus Dosen Manajemen Kebijakan Publik UGM dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I pada Kamis (16/5).
Sebagai pemangku kebijakan, ASN perlu untuk mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam menghadapi isu nasional terkini. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM bersama Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) secara khusus menggelar PKN Tingkat I dengan materi digitalisasi dan geopolitik. Kedua hal ini diharapkan mampu menjadi kunci penyusunan strategi nasional dan inovatif berbasis perkembangan teknologi.
“Gap (kesenjangan) infrastruktur di masyarakat kita masih terlihat. Ketika banyak negara sudah mulai menggunakan 5G, Indonesia ternyata masih belum siap dari segi pemerataan,” ungkap Widyawan. Teknologi berbasis sinyal 5G memang sudah digunakan oleh sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan. 5G menawarkan kecepatan internet yang jauh lebih kuat dan cepat dibandingkan 4G. Hal ini cocok untuk penggunaan automasi alat-alat tambang di daerah terpencil yang minim sinyal. Sayangnya, teknologi ini belum sepenuhnya siap diterapkan secara luas di Indonesia.
Widyawan juga menjelaskan bahwa kebutuhan manusia saat ini tidak hanya didasarkan pada sandang, pangan, dan papan, melainkan juga kebutuhan akan teknologi. Tak dapat dipungkiri, teknologi menawarkan berbagai kemudahan dalam aktivitas manusia, namun juga memberikan tantangan tertentu. Widyawan menggambarkan bagaimana teknologi AI masa kini perlu dijadikan fokus dalam diskursus pemerintah. “AI ini tidak memiliki pengetahuan, dia tidak tahu kalau tahu. Dia hanya men-generate apa yang diinput padanya. Kalau dulu yang khawatir kehilangan pekerjaan karena adanya automasi itu hanya pekerja lapangan, tapi sekarang pekerja intelektual pun terancam kehilangan pekerjaan,” terangnya.
Widyawan menambahkan, survei penduduk mengatakan bahwa kurang lebih 56% penduduk dunia percaya bahwa AI akan berpengaruh pada dunia kerja, dan 36% khawatir pekerjaan mereka akan digantikan. Hal ini tentu perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah bagaimana ketersediaan lapangan kerja tidak dipangkas habis oleh penggunaan AI. Ancaman AI ini sejalan dengan kondisi penduduk Indonesia menjelang perkiraan bonus demografi di 2045. Penduduk usia kerja yang akan mendominasi masyarakat tentu membutuhkan penyerapan tenaga kerja yang seimbang. Gagasan ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-8 yakni Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Kekhawatiran tersebut juga dijelaskan oleh Dr. Nurhadi Susanto, S.H., M.Hum., kesulitan yang dialami Indonesia juga sama halnya yang terjadi di negara lain. “Adanya digital disruption ini tidak hanya masyarakat yang cemas, tapi pemerintah juga harus cemas. Kita harus memikirkan bagaimana bisa beradaptasi dalam kondisi ini. Masalahnya, kita tidak memiliki baseline atau pedoman yang bisa menjadi landasan,” ujarnya. Ia mengambil contoh resesi yang dialami oleh Inggris akibat Brexit (Britain Exit) dan Jepang yang menghadapi beban usia penduduk tua (social aging). Untuk itu, Nurhadi berharap pemerintah dapat menerapkan pembangunan yang berkelanjutan atau continuous improvement.
Pelatihan kepemimpinan ASN ini pada dasarnya digelar untuk meningkatkan kompetensi future skills dari para aparatur negara. Hasilnya, pemerintah diharapkan mampu berpikiran lebih terbuka untuk menghadapi tantangan perkembangan zaman. Kendati demikian, problematika ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh elemen nasional. Fisipol UGM di sektor akademik berperan penting dalam membantu pemerintah menyelesaikan isu nasional tersebut. Kelembagaan kuat dan kerja sama lintas sektor yang tertuang dalam acara ini turut mendukung poin ke-17 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). (/tsy)