Ragam Bentuk Solidaritas Masyarakat di Tengah Pandemi

Yogyakarta, 30 April 2020—Kementerian Keilmuan Keluarga Mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA) mengadakan diskusi daring bertajuk “Peran Masyarakat Memperkuat Solidaritas Sosial di tengah Pandemi COVID-19”. Diskusi ini menghadirkan Puthut Yulianto, Ketua Umum KAFISPOLGAMA periode 2016—2020. Puthut merupakan alumni Jurusan Politik Pemerintahan angkatan 1988. Diskusi yang dilakukan secara daring melalui Google Meet ini dimulai pukul 13.00 WIB.

Puthut memulai diskusi dengan arti penting solidaritas sosial. Baginya, solidaritas sosial atau gotong royong sudah ada sejak lama di Indonesia. Gotong royong terlihat dari bagaimana individua atau keluarga merespon tetangga sekitar. Solidaritas sosial menjadi penting karena sebagai titik tumpu bukti kekuatan masyarakat dan bagaimana menghadapi permasalahan. “Saya pikir ini merupakan media pembelajaran bagi masyarakat untuk menjadi masyarakat yg lebih maju,” ungkap Puthut.

Pembahasan mengenai solidaritas sosial sendiri semakin relevan di tengah pandemi seperti ini. Menurut Puthut, kebutuhan mengenai solidaritas sosial berkaitan dengan respon masyarakat menerima atau memberi bantuan. “Tidak hanya permasalahan medis, tetapi kebutuhan akan bantuan ekonomi juga dirasakan masyarakat,” ujar Puthut.

Puthut memaparkan bahwa solidaritas sosial juga bisa dimulai dari hal kecil yang kemudian berkembang dengan mengajak orang lain untuk mau bergerak bersama. Inisiatif-inisiatif untuk bersolidaritas seringkali muncul ditengah keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud tidak hanya materi tetapi juga ruang untuk dijangkau. “Solidaritas bisa dimulai dari berbagi apa yang ada dan digunakan untuk mengisi ruang-ruang yang belum dilihat oleh banyak orang,” imbuh Puthut.

Aksi solidaritas yang dilakukan dalam koordinasi KAFISIPOLGAMA salah satunya adalah gerakan Bantu Tetangga. Fikri, salah satu inisiatornya merupakan alumni DPP Angkatan 2014. Fikri menceritakan bahwa embrio gerakan bermula ketika ia dan beberapa teman melakukan penggalangan dana untuk menyediakan handsanitizer yang akan dibagikan kepada usaha mikro di sekitar UGM. Tidak lama kemudian, ia beberapa kali diajak temannya untuk membantu melakukan penggalangan dana yang akan dibagikan dalam bentuk sembako. Sasarannya yaitu pedagang mikro yang merupakan masyarakat rentan di sekitar UGM yang mengalami penurunan penghasilan selama pandemi ini.

Tidak lama kemudian tercetus ide Fikri untuk membantu tetangga. Konsep awalnya yaitu penggalangan dana yang akan dibelanjakan sembako di warung-warung terdekat. Tujuan dari gerakan ini bisa ada dua yaitu memutar roda ekonomi usaha kecil dan membantu tetangga yang paling rentan di sekitar lingkungan UGM. Gerakan ini juga melibatkan tokoh-tokoh sekitar agar tepat sasaran seperti takmir masjid, Ketua RT, dan Ketua RW. Sejak dibuka tanggal 12 April 2020, gerakan Bantu Tetangga sudah mengumpulkan dana sebanyak 4,7 juta.

Fikri melanjutkan bahwa gerakan Bantu Tetangga juga memiliki jejarang dengan kawan dari komunitas lain. Salah satunya yaitu Solidaritas Pangan Jogja yang disebut Fikri sebagai salah satu gerakan paling besar dan konsisten di Jogja saat ini. Selain itu, gerakan Bantu Tetangga juga berkolaborasi dengan Komunitas Start-up Jogja untuk melakukan penggalangan dana. Penggalangan dana dilakukan dengan takshow amal yang mana sebelum mengikuti talkshow audiens harus berdonasi terlebih dahulu. Dana yang dikumpulkan oleh komunitas ini kemudian akan disalurkan ke gerakan Bantu Tetangga. Menurut Fikri meskipun tenaga gerakan Bantu Tetangga ini tidak banyak, tetapi dari jejaring-jejaring itulah mereka dapat terus bergerak. “Berjejaring dengan gerakan lain bertujuan agar harapan besar untuk bertahan ditengah pandemi ini terwujud,” ungkap Fikri.

Tidak hanya gerakan Bantu Tetangga, Fikri juga menyebutkan banyak komunitas lain yang melakukan hal serupa di Yogyakarta. Misal kegiatan yang bergerak untuk membantu ojek online, penggalangan dana untuk alat pelindung diri tenaga medis, dan solidaritas yang bergerak untuk mebagikan sembako. Selain itu juga ada gerakan Solidaritas Pangan Jogja yang membuka dapur umum. Gerakan ini setiap harinya bisa menghasilkan 50—100 paket nasi bungkus untuk orang-orang rentan di jalanan Yogyakarta. “Banyak gerakan serupa di Jogja, bentuknya yang bermacam-macam dengan sasaran yang sangat spesifik,” tutur Fikri. (/Afn)