Social Development Talks #1 “Sistem ‘Kepatuhan’ di Era Pandemi: Regulatory Approach”

Yogyakarta, 16 Juni 2020—Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) mengadakan diskusi pertama dari serial diskusi Social Development Talks bertajuk “Sistem ‘Kepatuhan’ di Era Pandemi: Regulatory Approach”. Social Development Talks adalah sebuah serial diskusi yang rutin diadakan oleh Program Studi S2 Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Topik yang diangkat dalam serial diskusi ini adalah isu-isu terkini dengan pembahasan dari kacamata studi pembangunan sosial. Pada kesempatan kali ini, Social Development Talks menghadirkan Bahruddin, S.Sos., M.Sc, Ph.D (cand), selaku dosen Departemen PSdK, sebagai pembicara.

Diskusi yang dilaksanakan melalui platform Webex ini dimulai sekitar pukul 10:05 WIB. Diskusi dibuka dengan arahan dari moderator, Sari Handayani, S.Sos., M.A., yang juga merupakan dosen Departemen PSdK, bagi seluruh partisipan diskusi untuk mematikan mikrofon selama diskusi berlangsung. Moderator juga mengimbau para partisipan yang ingin bertanya, dapat menuliskan pertanyaannya melalui kolom chat. Sebelum masuk ke penyampaian materi oleh pembicara, moderator mempersilakan kepala Departemen PSdK, Dr. Krisdyatmiko S.Sos., M.Si, untuk memberikan pengantar terlebih dahulu. Pengantar ini berisikan penjelasan mengenai Social Development Talks secara singkat.

Pemaparan materi diawali dengan penayangan video kompilasi arahan pemimpin di Indonesia—baik di tingkat pusat maupun daerah—selama pandemi ini yang disusun oleh tim media PSdK. Kemudian, pembicara mulai menyampaikan materi dengan membahas compliance atau kepatuhan secara umum. “Kepatuhan adalah sebuah hal penting untuk menjadi bangsa yang besar. Dalam konteks saat ini, menjadi bangsa yang besar adalah bangsa yang sukses melawan COVID-19 yang sedang mengancam kita,” jelas Bahruddin.

Pembicaraan mengenai kepatuhan sendiri tidak akan pernah selesai dibahas, sebab kepatuhan merupakan cara untuk mencapai suatu tujuan. Di tengah pandemi COVID-19, kepatuhan menjadi hal penting karena belum ada obat atau vaksin yang dapat menangani virus ini. Maka dari itu, penanganan yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah penanganan non-pharmaceutical, dengan mematuhi seluruh protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

Kepatuhan, dalam regulatory approach, dilihat sebagai sebuah interaksi antar aktor. Interaksi ini berupa negosiasi dan konstruksi antara regulator dan target. Yang perlu dipahami dalam melihat kepatuhan adalah kepatuhan itu sendiri merupakan persoalan yang lebih kompleks. Artinya, kepatuhan bukan hanya sekadar regulasi itu sendiri, tetapi juga melihat kondisi lingkungan di mana regulator dan target berinteraksi. Oleh sebab itu, jika melihat kondisi di Indonesia, sangat mungkin protokol kesehatan itu dilaksanakan dengan cara yang sangat bervariasi.

Ada beberapa variabel dalam menciptakan sistem kepatuhan, yaitu aktor dan motif; kapasitas (baik dari regulator maupun target); gaya pelaksanaan; dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Variabel yang pertama kali harus diketahui dalam rangka menciptakan sistem kepatuhan pada regulasi adalah posisi tiap aktor dalam masyarakat. Identifikasi aktor diperlukan untuk memperhitungkan motif keterlibatan para aktor tadi. Ada tiga motif melaksanakan kepatuhan terhadap regulasi, yaitu motif ekonomi, sosial, dan normatif atas kesadaran diri. Motif yang berbeda ini menentukan variasi strategi yang diperlukan agar tujuan dari suatu regulasi dapat tercapai. Bahruddin mencontohkan motif sosial dalam konteks pandemi COVID-19 adalah seseorang menggunakan masker sebab masyarakat di lingkungannya menggunakan masker.

Penjelasan dilanjutkan ke variabel lainnya, yaitu variabel kapasitas, gaya pelaksanaan, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Kapasitas yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan sistem kepatuhan adalah kapasitas baik dari regulator maupun target. Di sini, kapasitas mencakup dua aspek, yaitu aspek pengetahuan dan keterampilan, serta aspek ekonomi. Gaya pelaksanaan suatu regulasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu command and control, responsive regulation, dan smart regulation. Masing-masing dari tiap gaya pelaksanaan ini tentu menimbulkan reaksi kepatuhan yang berbeda. Selain itu, kondisi sosial, ekonomi, dan politik seperti political support, economic impact, dan sense of crisis juga memengaruhi pembentukan sistem kepatuhan terhadap regulasi. Dalam menyampaikan materinya, Bahruddin menyelipkan contoh-contoh nyata yang terjadi di Indonesia dan negara lain, seperti Australia.

Para peserta diskusi pun menunjukkan antusiasme yang tinggi terkait materi yang disampaikan. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang masuk melalui kolom chat. Sesi tanya jawab pun dilakukan sebanyak tiga termin dengan total mencapai sembilan pertanyaan. Saat menjawab pertanyaan terakhir, moderator juga mempersilakan pembicara untuk memberikan pernyataan penutup untuk mengakhiri diskusi. Sebelum para peserta diskusi meninggalkan ruangan Webex, moderator mengingatkan bahwa akan ada diskusi Social Development Talks lain ke depannya. Rincian jadwal dari serial diskusi Social Development Talks ini dapat dilihat di akun Instagram resmi PSdK UGM (@psdkfisipolugm). Diskusi pun resmi ditutup sekitar pukul 11:35 WIB. (/hfz)