Yogyakarta, 5 November 2024—Konferensi internasional administrasi publik dan birokrasi terbesar digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa (5/11). Ajang ini merupakan gabungan antara Asian Association of Public Administration (AAPA), Eastern Regional Organization for Public Administration (EROPA), the Asian Group of Public Administration (AGPA) and the Indonesian Association for Public Administration (IAPA) bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia dan National Institute of Public Administration (NIPA).
Dihadiri oleh lebih dari 600 pakar, lembaga pemerintah, dan akademisi, konferensi bertajuk “Towards World Class Bureaucracy” membawa diskusi mengenai pengembangan administrasi publik, termasuk persoalan birokrasi dan kebijakan dalam menghadapi tantangan global. Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA. Menyambut baik terselenggaranya konferensi gabungan pertama kali di UGM.
“Kami merasa terhormat gelaran konferensi ini bisa diadakan di UGM. Kita perlu menciptakan resiliensi dan birokrasi guna menghadapi tantangan dunia.,” ucap Wening. Ia melanjutkan, kolaborasi antar sektor dan lintas negara sangat diperlukan untuk mendiskusikan strategi menghadapi tantangan global. Dalam hal ini, UGM sebagai perguruan tinggi memiliki agenda prioritas, yakni transformasi digital, inovasi sektor publik, dan menciptakan ekosistem SDGs.
Presiden AAPA dan IAPA, Agus Pramusinto menekankan, konferensi diharapkan mampu menghasilkan komitmen global dalam mengembangkan sistem birokrasi yang mengedepankan kepentingan masyarakat. “Kita berharap konferensi ini bisa memperkuat diskusi administrasi publik dan berjejaring, meningkatkan kebijakan, dan memperkuat jejaring dalam riset dan pembelajaran di Asia, Afrika, dan Eropa,” tutur Agus.
Sejalan dengan itu, Plt. Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (PANRB) Erwan Agus Purwanto menjelaskan sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintahan baru. “Presiden kita, Pak Prabowo secara khusus menginginkan adanya reformasi birokrasi. Nantinya, pemerintah diharapkan dapat menciptakan sistem yang responsif, efektif, dan berbasis kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Erwan, dunia global telah memasuki era Society 5.0 yang menimbulkan fenomena Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA). Menghadapi tantangan tersebut bukanlah perkara mudah, karena di sisi lain pemerintah harus mempertahankan kondisi ekonomi nasional yang bertumbuh setiap tahunnya. Perkembangan teknologi tidak lagi digunakan sebatas alat informasi saja, melainkan juga untuk memberikan solusi bagi masalah sosial.
“Indonesia pada tahun 2050 memiliki potensi untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia, maka pemerintah perlu membuka segala peluang,” ucap Erwan. Ia melanjutkan, dibutuhkan perubahan strategi pemerintah yang awalnya input oriented menjadi outcome oriented. Jika sebelumnya pemerintah fokus menargetkan pemasukan dan pengeluaran, kali ini fokusnya berpindah pada dampaknya bagi masyarakat. Misalnya, seberapa besar pengaruhnya pada masyarakat dalam setiap anggaran belanja negara.
Karenanya, Erwin menyampaikan arahan presiden di awal pemerintahan untuk memberantas korupsi. Sistem yang korup tidak hanya menimbulkan kerugian negara, namun juga menghalangi akses dan kepentingan masyarakat dalam kebijakan. “Pada sidang kabinet, strategi kita adalah menjadi agen kolaborator bagi sektor swasta dan akademik. Perubahan dibutuhkan guna meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Konferensi dihadiri oleh lebih dari 600 peserta dari 27 negara. Terdapat 6 sesi diskusi panel yang dihadiri lebih dari 30 pembicara dari sektor pemerintah, akademik, dan praktisi. Topik diskusi panel meliputi 8 sub-tema, di antaranya transformasi digital, operasionalisasi AI dan Big Data, birokrasi entrepreneurship, birokrasi post-pandemic, inklusivitas, dan manajemen krisis. Diskusi berlangsung selama dua hari, yaitu 5-7 November 2024 di Grha Sabha Pramana dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.