
Dalam edisi terbaru dari seri edukatif Senarai Istilah Studi Hubungan Internasional (SITASI) yang digagas oleh Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Drs. Muhadi Sugiono, M.A., dosen sekaligus aktivis pelucutan senjata, mengangkat topik yang semakin relevan dalam diskursus global: pelucutan senjata berbasis kemanusiaan (humanitarian disarmament). Melalui paparan reflektif yang sarat makna, Muhadi mengajak publik untuk memahami dimensi baru dalam upaya pelucutan senjata — sebuah pendekatan yang tidak hanya berorientasi pada keamanan negara, tetapi lebih jauh lagi, bertumpu pada perlindungan terhadap manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Diskusi ini dibuka dengan menyoroti penghargaan Nobel Perdamaian yang dianugerahkan kepada Nihon Hidankyō, organisasi para penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki (hibakusha), yang menjadi simbol perjuangan kemanusiaan dalam pelucutan senjata nuklir. Bersama dengan International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) dan adopsi Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW) tahun 2017, penghargaan ini memperlihatkan pergeseran paradigma pelucutan senjata dari logika kekuasaan negara menuju pendekatan yang mengedepankan korban, etika, dan empati. Muhadi menjelaskan bahwa pelucutan senjata berbasis kemanusiaan memiliki dua karakter utama: bersifat preventif, yakni mencegah munculnya ancaman senjata terhadap kehidupan manusia; serta berfokus pada dampak kemanusiaan dari penggunaan senjata, baik secara fisik, psikologis, maupun ekologis.
Sebagai kerangka yang terus berkembang, pendekatan ini telah melahirkan lima traktat internasional penting: Konvensi Senjata Biologis (1972), Konvensi Senjata Kimia (1993), Konvensi Larangan Ranjau Darat (1997), Konvensi Bom Tandan (2008), dan TPNW (2017). Traktat-traktat ini bukan hanya menjadi tonggak hukum internasional, tetapi juga menegaskan bahwa masyarakat sipil memiliki peran vital dalam membentuk keamanan dan perdamaian dunia. Pelucutan senjata berbasis kemanusiaan menempatkan korban sebagai pusat perhatian, menggeser narasi dari kekuatan militer ke keadilan dan solidaritas global.
Topik ini selaras dengan sejumlah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 16: Peace, Justice, and Strong Institutions, yang mendorong terciptanya masyarakat damai dan inklusif melalui penguatan kelembagaan yang berpihak pada hak asasi manusia. Selain itu, aspek perlindungan terhadap korban dan upaya pencegahan bencana kemanusiaan juga berkaitan dengan SDG 3: Good Health and Well-being, serta SDG 17: Partnerships for the Goals, karena pelucutan senjata menuntut kolaborasi global lintas negara dan sektor.
Dengan pendekatan yang menempatkan manusia sebagai inti dari keamanan global, pelucutan senjata berbasis kemanusiaan menjadi jembatan antara aktivisme, etika, dan kebijakan internasional. Melalui SITASI ini, Drs. Muhadi Sugiono tidak hanya membagikan pengetahuan, tetapi juga mengajak kita semua untuk berpikir ulang: Keamanan seperti apa yang benar-benar kita butuhkan di abad ke-21?
Simak video lengkapnya di sini.