Etiquette atau aturan sopan santun dalam dunia kerja adalah salah satu hal yang dapat mendorong keberhasilan karir kita. Namun banyak dari calon pekerja maupun karyawan yang sering mengesampingkan persoalan tersebut. Oleh karena itu, Departemen Ilmu Komunikasi bekerjasama dengan Career Development Center (CDC) menyelenggarakan kembali sharing alumni yang bertajuk “Getting Ready to Get on Board: Mempersiapkan Diri Menuju Dunia kerja” pada 16 Oktober lalu. Pada kesempatan kali ini menghadirkan Yudith Anggraeni selaku Konsultan Human Resources Development.
Dalam pemaparan awalnya, Alumnus Ilmu Komunikasi angkatan 2002 ini mengungkapkan bahwa masalah terbesar apalagi bagi karyawan baru adalah persoalan etiquette. Hal ini disebabkan oleh perbedaan budaya sebelum dan sesudah masuk perusahaan. “Yang tadinya bebas tiba-tiba masuk di satu organisasi yang isinya wah kok kayak kakek saya ya. Masing-masing punya budaya yang berbeda-beda, gaya komunikasi yang berbeda-beda, pemikiran berbeda-beda. Belum lagi kita bicara culture BUMN dengan non-BUMN itu beda lagi,” paparnya.
Yudith membagi tiga hal yang paling penting dalam persoalan etiquette dunia kerja yaitu brain, beauty, dan behavior. Menurut Yudith, dalam dunia kerja persoalan brain bukan ditunjukkan melalui Indeks Prestasi Komulatif (IPK) seperti saat kuliah, melainkan tergambar dari kinerja dan profesionalismenya. Bagi Yudith, capaian IPK saat kuliah akan terlupakan ketika kita sudah memasuki dunia kerja. “Begitu anda masuk ke dunia kerja jangan lupa anda bukan orang yang paling pintar karena di dunia kerja ujiannya bukan di IPK, bukan ujian tulis terus di kasih nilai, yang jadi ujian adalah kinerjanya seperti apa,” tambahnya.
Hal penting lainnya adalah beauty yang tercermin dari penampilan kita. Yudith mengungkapkan bahwa penampilan adalah citra diri yang ingin disampaikan kepada orang lain. “Penampilan adalah komunikasi yang bisa membuka kesempatan yang lebih besar,” jelasnya. Hal ini dikarenakan penampilan bisa menunjukkan karakter seseorang. Lebih parah lagi, di banyak kasus stereotype negatif juga muncul dari apa yang dilihat oleh seseorang. Sehingga dalam dunia kerja penampilan adalah salah satu yang tidak bisa dikesampingkan.
Yudith dalam pemaparannya memberikan tips kepada peserta bagaimana menunjukkan citra yang positif dari penampilan kita. Pertama, dari sisi pakaian yang digunakan harus disesuaikan dengan budaya perusahaan, bentuk tubuh, umur, acara, tren, dan kepercayaan diri. Menurut Yudith, setiap perusahaan memiliki budaya dan standar dalam hal pakaian, misalnya antara perusahaan startup dan perusahaan konvensional itu juga berbeda. Kedua, masalah make up wajah. Yudith sangat melarang pemakaian lipstik merah dan soft lens berdiafragma besar saat melakukan interview kerja karena keduanya akan mengesankan karakter yang sensual. Tentunya, hal tersebut jauh dari kesan profesionalisme dalam dunia kerja.
Kemudian persoalan behavior atau perilaku yang juga menentukan kesuksesan kita di dunia kerja. Menurut Yudith, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berprilaku di lingkungan kerja. Hal ini sangat menentukan keberhasilan kita baik saat wawancara kerja, bertemu klien, maupun sata menghadari jajaran direksi. Pertama, cara berdiri yang benar yaitu dengan tegak, tarik nafas ke atas, tahan perut, dada dibusungkan, bahu dan lengan santai, serta pandangan mata lurus ke depan. Kedua, cara duduk yang benar yaitu dengan mendekati kursi, telapak tangan di depan diletakkan di kedua lutut, turunkan tubuh berlahan-lahan, dan duduk agak di tengah (3/4 dari kursi yang diduduki).
Dalam pemaparan terakhirnya di diskusi ini, Yudith menekankan bahwa etiquette dalam dunia kerja memang sangat harus diperhatikan. Tidak hanya akan memberikan kesan yang baik bagi pimpinan, tetapi juga akan menambah rasa percaya diri. Selain itu juga akan menimbulkan rasa hormat dan segan dari orang-orang sekitar. Dimana semua itu akan mengarah pada keberhasilan karir kita di dalam dunia kerja. (/ran)